(Masih) Menjadi Cina

Hari ini, salah satu permasalahan dalam diri yang saya kira sudah selesai dan tidak lagi menjadi masalah, ternyata tidak demikian. Dalam percakapan dengan seorang kanca plek sore tadi, saya baru menyadari betapa menjadi Cina itu masih menjadi ketakutan dan beban yang belum bisa saya lepaskan. Ternyata ada banyak lapisan mengenai persekusi atau diskriminasi, atau apapun lah namanya dari menjadi Cina, dan akhir-akhir ini juga menjadi Kristen. Tidak saja mengenai diejek sipit atau pokil, tidak hanya mengenai kesempatan yang tidak sama, tetapi ternyata ini mengenai kelangsungan hidup dan kebebasan saya, keluarga saya, dan habitat yang saya kenal. Sesuatu yang sering kali saya bicarakan, terkadang dengan nada yang terasa begitu biasa saja. Bagaimana misalnya kalau kami berbicara salah kepada orang yang salah. Bagaimana kalau kami melewati garis yang ternyata digariskan oleh orang lain dan tidak boleh kami lewati. Menjadi Cina tidak bisa sembarangan menjawab, bertindak, atau melawan. Tar...