Kuliah yang Menyekaratkan

Gila aku tidak bisa, waras aku tidak pantas
Bisaku hanya neurotik

Semester dua kuliah kali ini sudah berjalan setengahnya dan saya mulai merasakan atmosfer yang begitu menyesakkan di kampus. Pembicaraan-pembicaraan yang semakin berbau materi dan teori—becanda pun pakainya teori (tensor, suprastruktur, sublim, objek a, opoh jaalll?), status-status yang mulai curhat dari merasa tidak memahami materi sampai merasa mulai gila dan sekarat, seperti status teman sekelas saya di atas. Orang-orang yang mulai kuliah dengan mata yang mengantuk dan lingkaran mata yang hitam pekat. Sampai kelelahan akut dan histeria yang mulai terjadi di sana sini. Beberapa sudah mulai tampak seperti tubuh tanpa nyawa dan tanpa ekspresi, mati rasa katanya.
Ada apakah gerangan? Kenapa keadaannya jadi tampak begitu menggalaukan?
Sebenarnya semester kali ini tidak begitu berbeda dengan semester lalu. Kuliah dari 4 sampai enam mata kuliah. Itu juga paling banyak cuma tiga sampai empat hari seminggu saja. Nggak banyak kan sebenarnya. Kuliah juga paling presentasi, satu semester hanya satu sampai dua kali saja kok untuk tiap mata kuliah. PR juga hanya beberapa mata kuliah yang meminta ada ringkasan dari bahan bacaan. Namun tiap pulang kuliah kali ini rasanya badan saya seperti dipukulin, lelah, sangat. Belum lagi udara panas yang menyerang Jogja beberapa hari ini terasa benar-benar menyiksa. Walaupun sudah sampai merasa dipukulin gitu, tetap saja nggak ngerti tuh kuliahnya ngomongin apaan.
Kemudian yang baru di semester ini adalah kami harus membuat dua projek di luar kuliah. Satu seminar yang membahas mengenai kewargaan dan satu lagi mengenai metode penelitian. Dua proses yang direncanakan baru berakhir pada bulan November tahun ini. Horee!!
Naaa… kedua hal ini berefek pada tambahan bacaan yang harus kami baca dan selesai pada jadwal yang sudah kami buat sendiri. Prapengandaiannya begini, tiap kuliah kami memiliki bahan bacaan sebanyak satu sampai dua materi. Tiap materi biasanya sekitar dua puluh halaman, berbahasa Inggris. Maka tiap minggu kami “seharusnya” membaca materi-materi tersebut agar ketika kuliah kami paham konteks dan bisa berdiskusi. Tapi dalam prakteknya untuk diri saya sendiri, untuk mempersiapkan satu materi presentasi saya butuh dua mingguan. Saya juga cuma membaca apa yang saya presentasikan, jadinya saya nge-blank kalau di kelas. Jadinya ya facebookan, komen-komenan nggak jelas sama temen sekelas, sampai nulis beginian di blog.
Kemudian tambahan dua hal di atas secara otomatis menambah bahan bacaan yang harus kami kuasai. Menambah jam diskusi untuk membahas materi-materi tersebut, karena kalau tidak didiskusikan biasanya malah mentok. Nggak ngerti buku-buku itu ngomong apaan.
Belum lagi akhir semester dua ini juga semakin mendekat. Akhir semester ini menimbulkan trauma tersendiri bagi kami semua. Trauma ini karena paper yang sudah menanti untuk diselesaikan dalam waktu satu bulan. Jumlahnya juga tergantung dari jumlah mata kuliah yang diambil. Kalau ambil satu mata kuliah saja, ya cuma bikin satu paper. Entah bagaimana nasib teman-teman yang mengambil enam mata kuliah.
Naa… Salah satu permintaan lain dari bapak dosen adalah, beliau minta agar bulan Juli dan Agustus kami sudah mengambil data. Ambil data ini berarti memberikan PR baru yaitu, kami harus punya tema penelitian sebelum bulan Juni untuk tahu data apa yang harus kami ambil. Dan itu menakutkan… menambah pikiran, menambah kewajiban untuk belajar mandiri, menambah kewajiban untuk bisa membagi 24 jam sehari agar cukup waktu membaca semuanya.
sejenak melepas beban

Semoga kami semua selamat melalui semester ini. Selamat sampai seminar dan ujian proposal di bulan November. Selamat melalui pengerjaan tugas akhir yang akan menjadi malam-malam tanpa tidur. Semoga semuanya tetap sehat badan dan sehat mental. Marilah kita banyak belajar, banyak berdoa, dan banyak mati raga. Mari berjuang agar tetap selamat melalui semua ini.

Komentar

  1. wkwkwkwkwk itulah salah satu tantangan kuliah di IRB ,oleh sebab itu kita harus sering- sering berkumpul di beringin Soekarno agar kita selalu mendekatkan diri dengan yang kuasa, dengan perantara air kehidupan yang selalu membantu kita menghantarkan kedalam ketidaksadaran ,hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan kita komen-komenan di sini...

      wawawa... ada wajahku :P

      Hapus
    2. Pose mu itu memberi oengharapan Kalong Gedhe

      Hapus
  2. Gila aku tidak bisa, waras aku tidak pantas
    Bisaku hanya neurotik

    --> ini ada di dalam halaman persembahan buku Semiotika Negativa-nya ST Sunardi... kalau gak salah, ini kata-katanya Barthes...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya... belum liat. Ya nanti kuperbaiki kutipannya. *Anti plagiatisme

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith