Kalo Bosen, Enaknya Ngapain Eeaaa???

 Akhir-akhir ini saya sering mendapat curhat teman-teman yang temanya mirip-mirip lah. Paling banyak adalah bosan dengan hidup dan kerjaannya. Ya bukan berarti si teman ini bosen dan pengen pindah dari hidup yang sekarang ke hidup yang lain sih. Tapi lebih bosen dengan apa yang dilakukan sekarang ini. Bosen dengan rutinitas dan hidup sehari-hari yang dirasa begitu-gitu melulu. Bangun pagi, ngantor, pulang, persiapan buat ngator, tidur, dan begitu terus. Masih mending kalau ada kegiatan yang lain di luar kantor. Paling nggak ada kegiatan yang bikin hidup terasa lebih berwarna. Masih mendingan kalau gajinya besar di kantor, paling ngga bosennya nggak sia-sia, dan kalau luang ada kesibukan buat menghabiskan uang yang didapat. Tragisnya kalau udah bosen, terus kerja lembur terus nggak sempet ngapa-ngapain lagi, terus gajinya ngepas pulak. Plus di kator dapet abuse dari atasan, sudahlah…
Naaa… agak bingungnya buat saya yang ditanya adalah ketika saya tanya balik mereka penggennya apa, jarang sekali yang bisa jawab. Mereka hanya tau nggak mau di sini terus menerus, tapi juga nggak tau mau ngapain. Atau kadang juga tau mau ngapain, tapi nggak mau pergi dari tempat yang sekarang. Atau nggak mau pergi dari tempat yang sekarang, tapi nggak mau begini terus, tapi juga nggak ngapa-ngapain. Hanya berkubang.
Saya sering bingung kalo diajak ngobrol masalah beginian, soalnya saya itu seringnya adalah orang yang tau mau ngapain. Jadi apa-apa yang saya lakukan sekarang adalah sesuatu yang saya pilih dengan sadar dan melek kalau ini adalah sesuatu yang mau saya lakukan. Paling nggak buat hal-hal besar dalam hidup saya sekrang lah. Misalnya aja kuliah.
Buat memutuskan kuliah ini sekarang saja, saya harus mikir selama setaun. Tanya ke sana ke sini, cari info yang banyak. Takut? Iya pada awalnya, banget. Banyak teman saya yang S2-nya nggak selesai, dan saya yang nggak rampung-rampung pas S1 ini jelas meragukan kemampuan saya sendiri. Ditambah lagi ada komentar orang kalau keledai saja tidak jatuh di lubang yang sama dua kali… Tapi ya setelah memaksa orang lain untuk memberi pukpuk pada ego saya, meyakinkan saya bahwa saya bisa. Galau ke sana ke mari, plus berdoa berhari-hari. Maka maju jalanlah saya. Saya nggak bilang bahwa dalam proses kuliah ini saya bahagia terus, tapi paling nggak ini keputusan yang saya ambil dengan jurusan yang saya pilih. Jika konsekuensinya adalah saya harus belajar sampai nangis-nangis, ya sudahlah. Itu memang pilihan saya.
Jadi menurut saya nih ya, carilah apa yang ingin dilakukan. Seperti teman saya yang juga bosan dengan kerjaan dan nggak punya teman yang mau diajak jalan-jalan, dia berinisiatif untuk berangkat kerja dengan berjalan kaki. Itu memberi variasi buat hari kerjanya. Jalan memberi waktu buat kita menikmati diri kita sendiri. Saya nggak suka jalan kaki buat berangkat bekerja, kalau saya buat meredam stress akan memilih tidur jangka panjang, di hotel kalau ada duit, dan menyendiri. Saya suka sendirian dalam jangka waktu tertentu. Cari aja apa yang bisa dilakukan untuk menikmati diri sendiri. Melakukan apa yang bener-bener disuka. Jangan-jangan ngga tau juga nih sukanya ngapain. Saya suka berjalan kaki, saya suka jalan-jalan di mall, saya suka makan enak dan makan rame-rame, saya suka berenang, saya suka membaca buku bagus, saya suka berbicara dan bercerita dengan orang-orang, saya kadang suka merajut, saya suka menulis tulisan nggak jelas kaya begini, dan kalau saya stress atau bosen, ya hal-hal itu yang saya lakukan.
(Pada beberapa orang lain dengan keluhan yang sama, bosen, saya akan menyarankan untuk melakukan examen dan kembalilah pada asas dan dasar. Tapi kalau buat masalah ini versodio.com yang lebih canggih, saya cuma sok tau, untuk mengetahui lebih lanjut silakan menghubungi pemilik web tersebut.)
Saya ini juga orang yang suka banget curhat ke sana kemari. Orang-orang dalam lingkaran dalam saya lumayan banyak dan semuanya akan saya ceritani apa yang sedang saya lalui dan apa yang bikin saya galau. Na, tapi kadang saya juga punya teman-teman untuk curhat yang segmented. Ada orang dengan siapa saya akan curhat akademis, ada juga kalau lagi galau masalah permanen manusia—pasangan, dan lain sebagainya. Itu juga masih segmented lagi, apakah saya cuma butuh pukpuk saja, atau saya merasa lagi ada masalah dan butuh solusi, atau saya lagi terjebak dalam kebodohan dan butuh ditampar. Tinggal pilih orangnya dan tinggal bilang apa yang diinginkan dalam sesi curhat kali itu. Bilang saja kalau emang lagi butuh didengarkan saja dan cuma butuh dipukpuk atau dinaikkan egonya. Itu cara yang lebih praktis dan tidak bikin kita emosi karena mengharapkan orang lain melakukan sesuatu tapi nggak dilakukan. Minta saja. Kaya saya kalau ulang tahun apa pas mau ujian pendadaran dan ada orang yang saya ingin dengar ucapannya tapi belum sms, maka saya akan sms duluan, “Mana selamat ulang taunnya?” atau “Mana selamat berjuangnya.” Praktis, dan kita akan mendapat apa yang kita inginkan. Hemat energi karena ngga perlu emosi. Ingat pesan Tuhan Yesus, “mintalah maka kamu akan diberi." Walaupun mungkin pada akhirnya Tuhan memberi tahu bakso pada orang yang minta roti, ya yang penting kenyang.
Selain itu, kalau orang-orang cerita sama saya kalau mereka nggak suka dengan apa yang mereka lakukan sekarang, ya saran saya cuma satu. Pergi, pindah, cabut. Apa lagi? Kenapa bertahan di tempat yang membuat kita semakin kering hari demi hari? Ya iya sih, saya akui, saya belum perlu menghidupi diri saya sendiri sampai sekarang. Jadi saya belum paham esensinya dari suatu pekerjaan yang memberi penghidupan. Dan saya tidak bangga dengan hal ini. Tapi ya mau gimana lagi? Gimana kalau kita mati besok, dan hal terakhir yang kita lakukan adalah mengeluh dimarahi senior di kantor, kemarahan ke sekian ratus kalinya sejak pertama kali masuk kerja empat tahun yang lalu, misalnya.
Ya kadang masalah-masalah itu mungkin memang ada bukan untuk diselesaikan. Seperti masalah yang berkutat terus menerus dalam diri seseorang dan setelah sekian lama masih itu saja masalah yang digeluti. Jika memang ingin jadi tukang sapu, ya jadi tukang sapu saja kan. Selesaikan apa yang dilakukan sekarang dengan benar dan berjalanlah ke arah lain. Atau alternatifnya, jika masalahnya tidak bisa diubah, ya sudut pandangnya saja yang diubah. Jangan sampai lah kita membawa-bawa masalah yang sebenarnya tidak perlu kita bawa, sayang energinya.
Memang nggak gampang kok keluar dari di mana kita berada sekarang. Mengubah pola pikir dan sudut pandang juga nggak gampang. Makanya banyak orang yang saya repotkan dan saya galaui kalau lagi ada masalah. Orang-orang ini memberi sudut pandang dan pola pikir baru buat kita memandang suatu masalah. Orang-orang ini yang menyediakan kuping-kuping mereka untuk kita omelin. Dan orang-orang ini pula yang menjadi pertimbangan ketika saya mau melakukan hal bodoh. Tegakah saya merepotkan orang-orang yang sudah selalu ada buat saya hanya karena saya ingin bertahan berkubang dalam lumpur? Orang-orang ini yang membuat saya berhenti bodoh, kadang sih.
Cara efektif lain buat saya ya membaca. Banyak buku yang saya baca yang memberi perspektif lain. Tapi ini juga masalah selera dan apa yang masing-masing dari kita cari sih sebenernya. Buat saya, Awareness salah satu buku yang bagus, tapi mungkin itu nggak berlaku buat orang lain. Mungkin ada orang yang lebih suka alkitab, atau apapun. Atau malah ngga suka baca sama sekali. Tapi pada intinya, mungkin ni ya, keluar dari diri sendiri, belajar dari sumber-sumber yang lain yang diperlukan—buku, film—jangkau sebanyak mungkin teman dan orang-orang yang bisa kita jangkau. Berteman dengan orang-orang yang lebih canggih juga sangat bermanfaat. Kita akan terpacu buat jadi lebih canggih juga. Terus biarin aja bosennya, nanti juga berlalu sendiri kok, sama seperti seneng itu nggak permanen, bosen juga ga permanen. Bedanya kalo seneng kita usahakan biar permanen, tapi kalo bosen malah dengan nggak sengaja kita rasain terus dan jadi permanen. Dan kalau masih tetep galau juga, silakan hubungi saya, ya sarannya nggak akan beda-beda jauh si dari apa yang sudah saya tulis, tapi paling nggak kita bisa menertawakan masalah itu bersama-sama.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith