Berusaha Menjadi Tidak Normal

Ambyar. Begitu kata Kalonggedhe mendefinisikan dirinya yang kehilangan arah setelah menyelesaikan penulisan tesisnya dan lulus dari kuliah Pascasarjana. Tesis memang membuat gelisah, tetapi lulus memberikan kegelisahan yang lain. Bagi beberapa orang yang bisa menjalani kehidupan normal, masa transisi mungkin bisa dilakukan dengan mudah. Lulus, melamar pekerjaan, diterima, lalu bekerja. Beberapa yang berada dalam ikatan dinas malahan sudah mendapatkan SK penugasan sebelum tesisnya sepenuhnya tuntas. Kegelisahan yang lain lagi, tapi paling tidak, mereka tidak mengalami fase hilang arah. 
Menjadi merepotkan dan membuat ambyar adalah bagi orang-orang yang tidak suka dengan kehidupan normal. Seperti saya saja misalnya, tidak suka rutinitas, tidak suka terikat lokasi, melarikan diri dari rasa sepi, tidak suka birokrasi, tidak suka jadi subordinat, suka melawan, tidak suka sistem. Banyak sekali yang tidak saya sukai ya... 
Atau seperti teman saya Kalonggedhe yang saya sebut di atas. Dia yang masih ingin berkesenian, kecewa dengan sistem pendidikan. Atau teman saya yang lain lagi yang tidak ingin pulang dan menjadi guru di sebuah SMA di kampung halamannya. 
Bagi saya, dan mungkin juga bagi mereka, saat ini kami sedang berusaha mencari celah, mencari jalan untuk tetap hidup dari apa yang kami sukai, dari apa yang kami anggap kebenaran dalam hidup kami. Tetap hidup yang memang benar-benar harafiah demikian keadaannya. Bergerak dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain untuk membeli makan dalam sehari itu, atau paling tidak tidak tiga hari ke depan. 
Kami mencoba peruntungan sampai pada batas, sejauh mana kami sanggup menahan kemiskinan dan dan ketidakpastian. Kami mencadangkan kehidupan normal, gaji tetap, rutinitas, sebagai pilihan terakhir yang akan kami pilih ketika hidup sudah tidak bisa lagi diajak kompromi. Kami manusia-manusia yang bertahan menghindari normalitas. 
Mungkin aneh, mungkin tidak bisa dipahami, mungkin hanya idealisme dan kenaifan masa muda. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith