Et maintenant on va ou?


Saya tidak tahu apa arti dari judul di atas, teman saya yang memahami bahasa Perancis pernah memberi tahu tetapi saya lupa apa artinya. Yang saya tahu itu adalah film yang saya tonton di Lembaga Indonesia Perancis hari Jumat, 8 Maret yang lalu.
 Buat saya ini bukanlah genre film yang biasa saya lihat. Saya ini tidak terlalu suka meluangkan waktu untuk melihat film di rumah, film yang saya lihat di bioskop pun biasanya hanyalah kartun atau action yang tidak banyak mikir. Namun bagi saya film ini menarik. 


Film ini berlatar belakang di Lebanon saat tercabik perang, menceritakan tentang perjuangan sekelompok perempuan dari agama yang berbeda-beda melindungi keluarga mereka dari ancaman luar. Begitulah sinopsis yang saya baca dari buku Voila milik LIP.
Semuanya berawal dari duka para Ibu yang kehilangan anak-anak mereka karena perang antar agama yang terjadi di Negara mereka. Pertentangan antar agama itu pun merasuk ke dalam komunitas kecil tempat mereka tinggal.
Ada sebuah masjid dan gereja di desa tersebut, mereka tampak hidup rukun dan berdampingan, tetapi itu hanya ada di permukaan. Sedikit saja pemicu, maka para lelaki di desa itu akan saling menyalahkan para pemeluk agama lain. Mereka bahkan mulai saling memukul dan merusak atribut keagamaan yang ada.
Cerita yang pasti sangat familiar dengan kita. Ada gereja yang ditutup, ada pengikut salah satu aliran yang “dianggap” sesat dibunuh, ada jemaat yang tidak dapat beribadah di gerejanya sendiri. Masih segar di ingatan saya ketika gereja tempat saya bertumbuh selama ini dirusak massa. Tidak ada korban jiwa, tidak ada orang yang saya kenal yang terluka, tapi terasa sakitnya. Gereja saya hanya 50 meter jauhnya dari kantor polisi, tapi toh semuanya hancur. Patung Yesus yang selama ini saya kenal, yang mengawasi saya pelajaran komuni pertama dan latihan misdinar hancur berkeping-keping dan digantikan dengan Yesus baru yang terasa asing. Hidup itu sudah cukup menyulitkan tanpa kekerasan, mengapa harus menciptakan kepedihan baru dengan melukai orang lain?
Semakin berjalannya waktu, rasanya keadaan juga tidak kunjung membaik. Tidak ada dalam ingatan masa kecil saya merayakan Natal dan Paskah dengan ditungguin banyak bapak-bapak polisi. Sekarang? Begitu tenda-tenda dipasang di depan gereja, maka mobil gegana dan anti huru hara sudah bersiap di depan gereja. Begitu altar selesai ditata, rangkaian bunga sudah selesai dipasang, maka dilanjutkan dengan rombongan polisi dengan detektor logam yang mencari kalau-kalau ada bom yang dipasang entah di mana. Setelah itu gereja disterilkan, tidak boleh dimasuki sampai saatnya misa.
Mau diingkari? Mau disembunyikan? Mau berpura-pura bahwa kita baik-baik saja dengan keadaan ini? Siapa yang ingin dibohongi?
Tidak ada yang baik-baik saja saat misa dan ditunggui mobil gegana. Tidak baik-baik saja ketika ada wajah asing yang datang dan kita pandang dia dengan curiga. Tidak baik-baik saja ketika gereja dan agama sebagai tempat untuk mencari kedamaian, menjadi salah satu sumber ketakutan.
Ibu-ibu dalam film tersebut juga mengetahui bahwa keadaan desa mereka tidak baik-baik saja. Mereka berusaha dengan berbagai cara agar tidak terjadi gesekan antar agama yang terjadi di desa tersebut, karena jika sampai terjadi maka akan ada nyawa yang hilang dan mereka juga yang akan berduka.
Sampai pada puncaknya ada seorang anak yang terbunuh karena tembak-menembak yang terjadi antara pihak muslim dan kristen. Ibu itu berusaha bagaimana caranya agar tidak ada orang yang mengetahui kematian anak lelakinya. Ia berusaha menutupi kesedihannya dengan berpura-pura bahwa segalanya baik-baik saja. Ia tidak ingin ada pertumpahan darah yang terjadi lagi di desa tersebut.
Sampai pada akhirnya, para ibu itu bersepakat untuk melakukan tindakan yang akan menghentikan perselisihan itu selamanya. Pada suatu pagi, semua wanita di desa tersebut berpindah agama, yang muslim menjadi kristen dan yang kristen menjadi muslim. Jika para lelaki itu ngotot untuk tetap berselisih dan mempermasalahkan agama yang berbeda, berarti mereka harus membunuh ibu dan istri-istri mereka.
Solusi yang sangat radikal dan mungkin tidak akan terjadi di dunia nyata. Bahkan mungkin jika film ini disiarkan di depan umum bisa menimbulkan kemarahan dari banyak pihak.
Mungkin akan ada banyak orang yang menganggap bahwa para ibu tersebut mengkhianati iman mereka. Namun apakah iman itu? Menurut KBBI iman adalah kepercayaan kepada Tuhan dan keteguhan hati. Jika iman kita kepada Tuhan sampai membuat kita melukai orang lain bahkan menghilangkan nyawa orang lain, apakah itu masih bisa disebut iman?

Nb: Setelah buka google akhirnya saya tahu arti dari “Et maintenant on va ou?”  adalah Where do we go now?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith