Warna-Warni Pingit


Dua tahun lebih sedikit main ke Pingit setiap hari Senin dan Kamis, saya mulai bisa melihat dinamika yang mewarnai kegiatan di sana. Mulai dari pergantian fraternya dengan suasana yang dibawa masing-masing, pergantian pendamping, anak-anaknya yang juga berganti dan lingkungan Pingit itu sendiri.
Sebagai sebuah komunitas yang sangat cair, tidak bisa dihindari bahwa orang-orang di dalamnya pun tidak terikat. Ada masanya ketika Pingit ini sangat ramai. Pendampingnya sampai dua kali lipat dari jumlah anak-anaknya. Kegiatannya teratur rapi dan banyak kegiatan sampingan yang menyenangkan.
Semester lalu misalnya, karena banyak pendamping yang cukup selo dan sangat kepo, maka anak-anak bisa merasakan jalan-jalan ke Bonbin, Monjali, Hellen Keller dan ikut berbagai macam lomba-lomba. Ada yang mendatangkan bule-bule untuk ikut mengajar anak-anak, ada kelas menggambar yang dibuka untuk mengembangkan bakat menggambar beberapa anak di Pingit. Semester ini juga ada serial Aping & Anit. Ada Belik Pingit. Ada latihan juga teater. Seru dan menyenangkan.
Warga dampingan juga memiliki dinamikanya sendiri. Ada masa di mana semua rumah penuh, ada juga waktu-waktu ketika hanya ada Pak Indra yang menghuni dan menjaga Pingit dengan setianya. Dan pendampingnya juga jadi seneng karena banyak nganggurnya.
Demikian juga dengan pergantian fraternya. Bagi saya frater yang berganti maka suasana juga berganti. Semua membawa kebijakan dan karakternya sendiri-sendiri yang juga memengaruhi suasana belajar dan bekerja di Pingit. Ada frater yang suka anak-anak ada yang tidak, ada yang butuh banyak belajar ada yang tidak, ada yang suka kulineran ada yang tidak, ada yang hobi kemping ada yang hobi belajar, ada yang jaringannya banyak di mahasiswa, ada yang di perusahaan, ada juga yang di ibu-ibu. Semuanya juga membawa pengaruh sendiri bagi keberlangsungan dan atmosfer yang melingkupi.
Contohnya saja dua semester baru ini ada kegiatan baru untuk pendamping yaitu Pingit Circle. Kegiatan curhat-curhatan yang ternyata berguna untuk menyatukan para pendamping terutama pendamping yang baru bergabung. Kegiatan ini ternyata menjadi salah satu kegiatan yang sangat dinanti-nantikan. Selain sebagai ajang berbagi, Pingit Circle juga dinanti karena selalu ditutup dengan makan malam bersama dan yang penting gratis.
Saat ini Pingit sendiri sedang banyak warganya dan banyak kegiatan yang diadakan untuk warga. Ada enam keluarga yang tinggal di Pingit, sekitar dua puluh orang semuanya. Kegiatannya sendiri ada pelayanan kesehatan akupuntur yang rutin diadakan setiap bulannya, akan diadakan lagi pertemuan bersama antar warga dampingan, dan juga mulai diusahakannya pendampingan agar warga yang tidak bekerja untuk mendapatkan pekerjaan. Yang sudah berjalan adalah membuat rosario dan berjualan jajanan. Kegiatan yang masih belum stabil, karena pendampingnya juga masih belajar. Selain itu juga diadakan kegiatan belajar menjahit dan merajut setiap hari Sabtu bersama Suster Tika.
Semester ini juga mulai ditingkatkannya kualitas hubungan antara YSS sendiri dengan warga kampung sekitar. Frater yang rajin berkunjung ke para pejabat dan sesepuh desa, rajin ikut pertemuan bulanan bahkan ikut piknik bersama warga. Keren sekali lah Frater yang satu ini. Selain itu, frater juga mulai memaksimalkan ruang-ruang yang ada di Pingit. Tiga ruang kecil yang ada di sekitar ruang pertemuan sudah dibuka, dibersihkan dan mulai digunakan. Yang satu untuk tempat penyimpanan helm dan barang-barang para pendamping, yang lainnya untuk kelas remaja. Rencana jangka panjang adalah merenovasi bale, kamar mandi, dan rumah-rumah yang sudah tidak layak pakai.
Niatnya para frater di semester ini dan banyaknya warga yang ada saat ini sedang berbanding terbalik dengan semangat para pendampingnya. Sebagai pengantar, ada beberapa jenis pendamping yang berada di Pingit. Ada yang hanya datang sekali, melihat-lihat, ketemu anak-anak dan langsung kapok. Ada yang datang awalnya karena kewajiban lalu kecantol anak-anak dan terus datang untuk mengajar. Ada yang datang dan pergi secara sporadis, ada yang datang terus dan cuma seneng liat-liat (saya sendiri), dan ada pendamping jenis kepo banget yang bisa sampai setiap hari ke Pingit (Ica, siapa lagi.).
Nah, saat ini pendamping di Pingit sedang tidak berada pada titik maksimalnya. Masa-masa pertengahan semester di kampus mulai membawa banyak tugas yang membuat para mahasiswa tidak bisa berkutik dan harus belajar. Jika tidak ada tugas pun, sudah tidak ada lagi energi yang tersisa untuk main-main ke Pingit. Sedangkan para pendamping yang berada di level kepo juga mulai sibuk dengan kehidupan masing-masing. Bekerja, kuliah, menyelesaikan kuliah, mencari pacar, mempersiapkan pernikahan atau tidak sedikit juga yang pindah ke luar kota.
Hal ini berimbas pada kegiatan anak-anak yang jadi minimalis. Karena yang datang mengajar bukan yang ikut raker, maka materi juga tidak dipersiapkan yang berujung pada lagi-lagi cerdas cermat. Belik Pingit juga jadi tersendat-sendat karena bertahan hidup adalah suatu kegiatan yang lebih menjadi prioritas bagi para pembuatnya. Perpus juga tidak bisa melayani peminjaman buku seperti biasanya. Dan jika tidak ada yang cukup kepo, maka tidak ada kegiatan jalan-jalan. Menyedihkan…
Biar tidak lupa untuk raker semester depan, tampaknya akan baik untuk menghadapi masa-masa paceklik pendamping seperti ini, Pingit mempersiapkan banyak materi ajar yang bisa digunakan sewaktu-waktu. Misalnya: fotocopy gambar untuk diwarnai, kertas lipat, pola untuk dipotong dan ditempel. Kertas-kertas kerja semacam itu yang bisa dipakai ketika para pendampingnya tidak tahu lagi harus berbuat apa.
Tapi seperti kata Frater Adri dan Frater Mario, untuk terus berjalan di Pingit, kita cuma perlu iman sebesar biji sesawi. Pasti akan ada pendamping yang mendampingi belajar di malam hari.
“Beberapa kali pertemuan ini, saat area bersama hanya tiga atau empat orang yang datang,” Frater Mario berbagi cerita, “tapi sebelum area bersama selesai, pasti ada rombongan yang datang untuk mengajar anak-anak.”
Saya sendiri juga mulai belajar untuk menerima Pingit apa adanya. Dulu ketika pendampingnya sepi, saya pasti khawatir Pingit tidak akan punya volunteer lagi. Tapi ternyata memang demikianlah adanya, ada saatnya sepi, ada saatnya penuh semangat, ada saatnya banyak kegiatan, ada saatnya tidak ada kegiatan. Tapi Pingit masih terus ada dan berjalan. Harapan saya satu tentang hal ini, inginnya bagaimanapun keadaan pendamping dan faternya, anak-anak dan warga dampingan tetap mendapatkan pendampingan yang terbaik.
Kabarnya, Mei nanti akan ada reorientasi Pingit. Reorientasi itu akan ngapain saya tidak tahu. Katanya sih selama masih ada keprihatinan, maka Pingit masih akan jalan terus. Tapi keprihatinannya apa, saya tidak tahu. Apapun itu, saya berharap reorientasi itu akan membuat Pingit tahu mau dibawa ke mana dan membuat Pingit menjadi lebih berwarna. Karena bagi saya dan saya yakin juga bagi banyak orang lain, Pingit adalah sarana belajar untuk kita menjadi manusia yang lebih baik.

Komentar

  1. Ada yang datang awalnya karena kewajiban lalu kecantol anak-anak dan terus datang untuk mengajar. --> baca: vania :p
    ya, kemaren juga aku sempet khawatir bakal ngajar di TK dewean padahal aku gak nyiapin apapun, tapi untunglah yang bertugas ngisi akhirnya datang walau telat. :)
    walau belum bisa optimal di Pingit tapi I'll try to do my best! ;)

    BalasHapus
  2. keberanian untuk bertahan sebagai voulenter sangat luar biasa..
    walau angin dan badai menerpa dan kerikil2 kecil sepertiku yang datang dalam perjalanan hidup pingit. trimakasih aku pernah di ijinkan hadir dalam kehidupan pingin. miss u

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith