Gajah dalam Ingatan
Penyunting: Sylvie Tanaga
Irene
Ossi W.
Tata Letak: Argha Yuda Pratama
Cover: Yovi
Sudjarwo
Scan barcode di bawah atau bisa langsung DM ke Instagram Neneshakka
Dulu aku mikirnya cita-cita itu tercapai saat kita lulus kuliah, di umur
25 tahunan dan kalau tidak tercapai di saat itu, maka ya sudah, berarti
cita-cita itu tidak tercapai. Ternyata hidup tidak berjalan selurus itu. Unya
cita-cita untuk menulis sejak bisa baca novel-novel detektif dan mulai ingin
menuliskan cerita petualanganku sendiri. Masih aku simpan buku tulis bekas buku
anyaman di SD yang berisi tulisan cerita serombongan anak muda berkliling Eropa
dengan mobil camping dan berangkat dari Zurich. Riset yang dulu aku lakukan adalah
mengukur atlas untuk memperkirakan berapa jarak yang harus mereka tempuh dari
satu lokasi ke lokasi yang lain.
Hidup berjalan, dan aku mulai merasa, ternyata menulis tidak semudah itu.
Pengalaman menulis skripsi yang tidak selesai-selesai, membuat aku memilih
jalan memutar. Jadi editor dulu, coba menulis untuk majalah, dan menulis di blog
ini. Pada awalnya menulis untuk blog ini pun tidak semudah itu, banyak tidak
percaya dirinya untuk dan butuh waktu lama untuk sampai berani menguggah
tulisan untuk dibaca publik.
Akhirnya setelah perjalanan sedemikian lama, pada tahun 2019 aku menerbitkan
Cilik-cilik Cina, tesis yang dibukukan. Aku sempat merasa, mungkin memang gini
jalannya, jadi peneliti saja dan menulis untuk penelitian. Tapi rasanya ada
yang mengganjal di dalam kepala ketika mngaku sebagai penulis tapi masih belum
juga bisa menulis dan menerbitkan tulisan fiksi.
Menulis fiksi itu tantangan tersendiri sih dan rasanya lebih susah
daripada menulis buat riset. Bangunan untuk menulis riset itu terasa lebih
mudah, temanya apa, dan kita membaca seputar tema tersebut, tulisannya adalah
jahitan dari apa yang kita baca. Menulis fiksi terasa lebih liar dan tanpa
panduan. Kita bisa menulis apa saja, dan mulai dari mana saja, dan sebagai
orang yang tumbuh dari tradisi penelitian ini malah membingungkan dan
seringkali terjadi sabotase. Merasa apa yang mau dituliskan menjadi terlalu
tidak masuk akal. Tidak mungkin terjadi.
Lalu, entah apa yang menggerakkan, di 2024 kemarin aku meniatkan diri
untuk menerbitkan tulisan-tulisan fiksi pendek yang aku ingat pernah kutulis di
blog di tahun 2012-2014. Aku cuma ingat ada tiga judul yang aku tulis Sofa
Merah Marun, Eh, Mas…, dan Secangkir Kopi karena ketiganya super berkesan.
Ternyata setelah dicari, nemu ada 4 tulisan lain yang aku benar-benar lupa
sudah pernah menuliskannya. Malah kemarin pas mengedit lagi, lumayan heran, kok
aku menulis soal ini ya. Bisa-bisanya…
Kalau tulisan lama yang hanya berjumlah 7 tentu saja sedikit sekali untuk
jadi buku. Jadi berpikir untuk menulis 7 tulisan lain, dan menjejerkannya. Memperbandingkan
apa yang sudah berubah, memperlihatkan bagaimana transformasinya. Dan pada
awalnya, ide untuk menulis 7 tulisan lain itu terasa banyak sekali dan akan
membutuhkan waktu yang panjang untuk menuliskannya. Dan memang panjang, butuh
waktu lebih dari setahun dari ide membuat buku sampai jadi buku seperti
sekarang. Tapi bukan waktu menulisnya yang lama, karena dalam kenyataannya, ada
tambahan 9 tulisan baru, dan 7 di antaranya diselesaikan di 2025.
Gajah dalam Ingatan diambil karena pada awalnya
ingin ambil kalimat terkenal Elephant in the room, hal-hal yang besar,
terlihat, mengganjal, tapi enggan untuk dibicarakan. Tapi karena itu kalimat
terkenal sekali, dan terjemahannya sudah jadi judul buku juga, akhirnya aku
modifikasi jadi Gajah dalam Ingatan. Hal-hal besar, perasaan dan pikiran
yang mengganggu di dalam kepala, termasuk keinginan menerbitkan buku fiksi,
yang akhirnya diterbitkan agar tidak lagi menjadi Gajah dalam pikiran.
Akhirnya cita-cita ini tercapai di umur mendekati 40. Tentu tidak
menafikkan priviledge sabagai orang dengan keluarga yang masih produktif
dan single, jadi aku tidak perlu menanggung risiko apa-apa untuk tiba-tiba job
change di umur 35 atau berbulan-bulan tanpa penghasilan dan menulis. Dan
rasanya, entah kenapa, aku seumur hidup, cuma pekerjaan seputar menulis saja
yang aku lakukan, selain berdagang karena itu mengalir di dalam darah. Melamar
kerjaan ke sana-sini juga pada ga menerima. Aneh bener. Jadi, walau mungkin
sebentar dan tidak permanen, aku bersyukur sudah bisa merasakan kehidupan
sebagai penulis.
Komentar
Posting Komentar