300M yang Mengubah Hidup
Hampir semua orang kalau dapat 300M, pasti hidupnya berubah. Tapi kali ini uangnya tidak ada beneran, hanya khayalan gembel saya dengan seorang teman. Jika teman saya ini punya 7T yang entah dari mana, dia hanya Mbak-mbak pegawai Bank biasa tapi sedang mencoba trading, maka dia akan memberi saya 300M. Kami berencana akan membuat rumah atau ruangan buat menyimpan uang tersebut. Entah kenapa kami membayangkan uangnya akan berupa cash dan akan tumpah-tumpah gitu di simpannya. Jadi ruangan penyimpanan uang itu harus bisa dibuka dari atas biar uangnya engga mawut-mawut.
Nah, jika punya uang sebanyak itu, mau ngapain terusan.
Tentu saya dan teman saya yang biasa hidup ngepas ini akan berfoya-foya.
Bayar-bayar hutang, beli-beli kebutuhan primer semacam rumah, dan mobil. Saya
memilih untuk alokasi uang untuk perawatan kesehatan. Mungkin mencari
alternatif pengobatan yang bukan BPJS untuk urusan mata. Mencari tahu apakah
benar di Jepang ada suntikan yang bisa menumbuhkan gigi yang sudah tanggal. Hidup
sehat, cari instruktur yoga dan ambil kelas privat. Kemudian tentu akan
piknik-piknik, ke Jepang pastinya untuk jajan sushi. Lalu ke Inggris melihat
semua tempat yang diceritakan di berbagai novel yang pernah saya baca, Baker
Street, Picadilly Circus, Hogwart, dan lain sebagainya. Lalu piknik ke beberapa
negara Eropa lainnya. Dan masih sisa banyaaakk ternyata uangnya.
Lalu saya mencoba lebih kreatif. Salah satu pikiran liar
saya adalah menyandera salah satu sekolah asrama homogen, kita sebut saja
seminari, dan memaksa mereka memasukkan mata pelajaran gender di dalamnya.
Sebagai umat, atau dalam konteks konsumsi, sebagai konsumen, saya merasa ada
banyak permasalahan gender yang membuat hasil dari sistem tersebut banyak
membawa masalah di kemudian hari. Tentu ini adalah pendapat pribadi saya, para
alumninya pasti tidak setuju dengan pendapat ini, saya sudah melakukan banyak
obrolan tentang urusan ini.
Rencananya adalah saya akan mengalokasikan 50M yang akan
saya serahkan dalam periode lima tahun, namun saya ingin memastikan bahwa ada
mata pelajaran gender di sekolah tersebut. Saya tidak akan mengutak-atik mata
pelajaaran lainnya. Ditambah saja satu mata pelajaran itu. Tentu tidak
sembarangan, saya punya sumber daya untuk riset bagaimana pelajaran yang sesuai
dan efektif dengan tujuan dan kondisi sekolah dan lingkungan yang akan mereka
hadapi nantinya sebagai manusia awam ataupun tidak awam. Kemudian saya akan
membangun pusat studi tentang gender, dan juga sebuah unit untuk menangani
korban yang mengalami spiritual trauma.
Di sinilah 300M itu mengubah hidup saya. Ya tidak mengubah
jadi bagaimana banget sih, lebih pada mengubah cara berpikir saya. Jika saya turah-turah
sekali dan semua kebutuhan bahkan bersenang-senang sudah katok mentok, ternyata
saya ingin belajar. Saya ingin mengembangkan pendidikan yang lebih berperspektif
gender untuk lebih banyak orang. Menyedihkan rasanya ketika bertemu dengan
orang-orang berpendidikan tinggi, terutama laki-laki, yang masih begitu seksis.
Apalagi di dunia ini, laki-laki masih dominan dalam menjadi pemimpin. Bagi
saya, tidak harus perempuan yang memegang kekuasaan, atau dalam konteks gereja,
tidak harus perempuan ditahbiskan, tapi paling tidak pemimpinnya juga akan baik
jika memiliki perspektif gender sampai dengan perbuatan, tidak hanya dalam
jargon-jargon kosong yang diucapkan. Dan mungkin, apa yang saya inginkan ini, bisa
saya lakukan sekarang, tanpa harus menunggu punya 300M.
x
Komentar
Posting Komentar