Kecanduan Dracin, Merasa Sia-Sia Sudah Sekolah dan Belajar Berpikir Logis

        Akhir-akhir ini, nonton drama Cina atau dracin menjadi salah satu kegiatan doom scrolling yang paling sering saya lakukan. Biasanya potongan dracin vertikal ini akan lewat ketika melihat story-story di Instagram. Kalau menarik, saya akan mencari lanjutannya di Tiktok. Rasanya puas kalau bisa menemukan akun yang sudah buat playlist dan tinggal melanjutkan scrolling sampai habis.

Biasanya drama Cina ini akan melibatkan hubungan cinta dan kekayaan yang luar biasa. Dua dracin yang saya tonton sampai akhir adalah tentang perempuan yang mempunyai guci ajaib yang membuat dia bisa berkomunikasi dan saling mengirimkan barang atau pesan dengan seorang perwira kerajaan di masa lalu. Pada awalnya yang dikirim masih dirasa umum dan “masuk akal” bisa dikirimkan dengan guci. Surat, air, makanan. Lama-lama yang dikirimkan semakin ekstrem. Handphone, tablet untuk mengambil foto di masa lalu, sampai mobil dan senapan untuk mengubah sejarah kekalahan perwira dari masa lalu itu jadi kemenangan.

Cerita lain yang baru saja saya tamatkan adalah seorang anak lelaki pewaris pengusaha kaya raya yang orang tuanya tidak mengaku kalau kaya. Dia memberi makan ayam dengan caviar tanpa tahu kalau itu barang mahal. Orangtuanya tidak mengungkapkan kalau mereka kaya raya, karena itu adalah peraturan dari keluarga tersebut untuk baru mengungkapkan kenyataan akan kekayaan mereka setelah anaknya menikah. Dialog-dialog dalam film itu juga terasa konyol sekali, seperti ini adalah beras yang satu kilonya seharga 100 juta. Atau tiba-tiba saja ada ahli dari pelelangan Christie untuk memverifikasi apakah lukisan-lukisan dan sertifikat barang antik yang dimiliki itu asli atau palsu. Ada adegan lain lagi yang berkesan, saking kayanya ayah dari anak tersebut, dia mendapatkan hadiah ulang tahun berupa pasir dari bulan.

Rasanya belajar bertahun-tahun untuk menulis dan membuat narasi yang masuk akal itu jadi sia-sia, karena melihat cerita yang jelas sangat tidak masuk akal ini ternyata juga seru, menarik, dan membuat ngakak-ngakak. Caritanya pasti akan begitu-begitu saja, dan pada akhirnya protagonis yang akan menang.

Tren dracin atau drama vertikal yang tersebar di banyak platform ini ternyata digemari banyak orang. Sempat melintas beberapa konten yang mengikuti narasi-narasi dracin ini. Seperti suami istri yang digambarkan sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan istrinya akan memberi narasi, bahwa dia sudah beberapa tahun ini bersabar dan yakin bahwa suaminya belum mengaku saja kalau dia sebenarnya adalah CEO dan bagian dari keluarga Zhiang yang kaya raya.

Obrolan seperti ini juga muncul dengan seorang kawan. Kami yakin kalau kami ini kaya raya, hanya saja belum memenuhi syarat sampai orangtua kami mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Atau mungkin saja keluarga kaya raya yang merupakan orangtua asli kami masih belum sadar kalau anaknya tertukar, atau masih mencari keberadaan kami. Narasi yang membuat hidup lebih optimis in this economy.

Karena saya tidak melakukan penelitian yang komprehensif soal ini, mungkin saja, narasi yang muncul di film-film adalah narasi yang paling banyak dibutuhkan dari situasi sosial yang ada sekarang. Masyarakat butuh eskapisme dari kehidupan yang sudah berat. Sedikit bayangan akan kekayaan, kemewahan, dan kemudahan, bahkan ketika itu disajikan dengan tidak masuk akal sekalipun, menjadi hiburan yang menyenangkan. Hal ini bisa dilihat dengan teori Simulacra dari Jean Baudrillard (1981) di mana pada tahap perkembangannya yang keempat, tanda atau citra tidak lagi ada hubungannya dengan kenyataan. Tanda itu menjadi realitas yang berdiri sendiri. Dalam hiper-realitas yang terjadi ini, narasi yang logis, tidak lagi menajadi relevan. Pemenuhan kebutuhan secara instan dan eskapisme singkat adalah kebutuhan yang dipenuhi dan disediakan oleh platform vertikal itu sendiri.

Dracin ini membawa narasi yang berbeda dengan tren telenovela atau drama Jepang atau Taiwan beberapa tahun yang lalu. Jika dalam cerita yang lebih konvensional, biasanya lelaki diposisikan lebih kaya atau lebih superior. Perempuan akan diposisikan terdesak keadaan dan kemiskinan, lalu bertemu atau salah satu narasi yang paling umum, pura-pura menikah dengan lelaki yang lebih kaya. Hal ini menimbulkan teori ada impian perempuan diselamatkan oleh pangeran berkuda putih atau yang dikenal dengan Cinderella Complex. Salah satu yang dipersalahkan untuk munculnya narasi ini adalah Disney dengan semua cerita mengenai Princess-nya yang saat ini dikritik oleh banyak pihak. Kritik ini juga yang membuat Disney mulai mengubah narasinya seperti di cerita Frozen dan Moana.

Narasi lain yang juga saya temukan adalah narasi perempuan yang kudu melulu harus sabar dalam relasi. Dulu sebagai perempuan saya selalu berpikir bahwa relasi romantis itu selalu menderita dan berlaku juga sebaliknya, yang menderita itu adalah romantis. Hal ini yang selalu ditunjukkan oleh telenovela atau sinetron di Indonesia. Seperti dalam sinetron Karmila (1997) yang diangkat dari novel dengan judul serupa karya Marga T. Dalam seri tersebut digambarkan Karmila sebagai tokoh utama diperkosa dan hamil, dan dia dipaksa menikah dengan pemerkosanya. Padahal saat itu Karmila sudah memiliki tunangan, Edo. Salah satu kesan yang saya ingat dari menonton seri tersebut di masa SD adalah saya malah merasa kasihan dengan, Fasial si pemerkosa. Saya merasa lelaki itu sudah berbuat banyak dalam pernikahannya dengan Karmila, tapi tidak mendapatkan cinta yang sebaliknya. Cinta digambarkan harus didapatkan dengan mengejar bis, menunggu di luar rumah saat hujan agar bisa bertemu, atau terus bersabar dan memaafkan pasangan yang berselingkuh dan meminta maaf sambil berlutut dan memeluk kaki.

Bayangan-bayangan itu sekarang bergeser. Dalam dracin, cinta yang indah adalah cinta yang berbalut kekayaan. Permasalahan biasanya datang dari luar pasangan itu, dan urusannya lebih banyak soal membuktikan diri dan tidak direndahkan martabatnya. Kekayaan adalah kunci di mana kehormatan tersebut didapatkan. Dan kekayaan ini bisa datang untuk kedua jenis kelamin. Lelaki juga bisa tiba-tiba mendapatkan kesadaran bahwa dia adalah pewaris kekayaan yang luar biasa, atau diselamatkan oleh perempuan dari masa depan yang dia anggap sebagai dewa yang mengabulkan permohonannya dan membantunya menang perang. Dracin ini mengizinkan para lelaki untuk mengkhayalkan dirinya juga bisa selamat karena ada kenyataan tersebunyi bahwa dia adalah pewaris dari keluarga Zhiang yang kaya raya.

Tontonan kita akhirnya yang menentukan bagaimana kita mengkhayalkan kehidupan kita sekarang. Kalau dulu kita pernah dibuai dengan romantisme hubungan cinta yang penuh pengorbanan, sekarang cinta tidak lagi perlu diperjuangkan dengan sedemikian kerasnya. Kehormatan yang didapatkan dari kekayaan adalah kunci kemudahan kehidupan. Bahkan kita tidak perlu memperjuangkan kekayaan tersebut, karena bisa saja kita ternyata putri yang tertukar dari salah satu orang terkaya di Indonesia ini. Di era hiper-realitas ini, bagaimana yang sudah dinyatakan oleh Budrillard, apa yang kita khayalkan atau apa yang kita lihat di ujung jempol kita, bisa menjadi kenyataan yang lebih nyata dibandingkan kehidupan sehari-hari yang penuh ketidakpastian in this economy sebagai WNI.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gajah dalam Ingatan

300M yang Mengubah Hidup

Narasi dan Identitas