Kelas Inspirasi


Rabu, 20 Februari 2013. Jam enam lewat beberapa menit, serombongan profesional muda sudah berkumpul di depan kantor kecamatan Pakem. Rombongan yang terdiri dari dua belas orang ini kemudian melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Srunen, Cangkringan.
Jalanan yang masih basah sisa hujan semalam, Gunung Merapi yang berdiri gagah menemani perjalanan mereka selama hampir 30 menit. Jarak yang ditempuh hanya sekitar sepuluh kilometer, tetapi banyaknya kondisi jalan kurang baik membuat perjalanan ini menjadi lebih sulit ditempuh. Hampir setengah perjalanan harus ditempuh di jalanan yang berlubang-lubang dan banyak genangan yang membuat para pengendara motor harus sangat berhati-hati jika tidak ingin tergelincir. Selain itu banyaknya truk-truk yang sarat pasir hasil dari Kali Gendol membuat perjalanan ini semakin menantang untuk ditempuh.
Pukul tujuh, rombongan ini sampai di SD Negeri Srunen. SD yang tampak seperti baru muncul dari katalog iklan semen. Bangunan baru dengan ruangan-ruangan yang tampak seragam. Belum terlihat jejak keceriaan anak-anak di tempat itu. Putih, bersih dan masih menyisakan aroma cat dan semen.
Ledakan masif gunung Merapi 2010 lalu, bagi sebagian orang mungkin sudah menjadi sepotong kenangan yang kabur di pikiran masing-masing. Tapi bagi warga di Dusun Srunen dan sekitarnya, letusan itu masih menjadi kenyataan yang mereka jalani hari demi hari. Pasir masih menumpuk di mana-mana, papan peringatan akan bahaya awan panas dan lahari dingin tampak di beberapa sudut dusun. SD Srunen sendiri baru ditempati tidak lebih dari satu bulan. Lebih dari dua tahun anak-anak SD ini belajar di selter sebelum akhirnya bisa menempati bangunan ini.
“Ya bencana kan tidak setiap hari Mas,” begitulah ungkapan kepasrahan seorang ibu guru ketika ditanya mengapa ia tetap bertahan tinggal di lereng Merapi dengan segala ledakan emosinya yang tidak terprediksi.
Para profesional muda yang tergabung dalam Kelas Inspirasi ini kemudian melanjutkan misi mereka untuk mengajar anak-anak ini. Mereka semua datang dari berbagai macam profesi. Mereka datang untuk berbagi bahwa mimpi itu bisa diraih. Tidak hanya menjadi petani, guru atau penggali pasir dan pemecah batu seperti yang mereka lihat setiap harinya. Pagi hari ini, anak-anak SD Srunen diperkenalkan dengan berbagai macam profesi yang bisa mereka gapai suatu hari nanti, seorang konsultan, bankir, produser film, CEO penerbitan, dosen, kontraktor dan penyiar.
Semangat dan antusiasme anak-anak menjalar menghangatkan pagi yang menggigit di lereng Merapi ini. Beberapa anak masih malu-malu dan saling menunjuk ketika diminta menjawab pertanyaan dari para pengajar. Tapi mata mereka tetap berbinar menunjukkan keingintahuan.
Berbagai cara digunakan para guru amatiran ini untuk menjelaskan pekerjaan mereka kepada anak-anak. Seorang penyiar radio membawa radio, mic dan sebuah poster untuk menjelaskan kepada anak-anak kelas satu apa saja pekerjaan seorang penyiar radio itu, bagaimana caranya suara sang penyiar bisa sampai ke para pendengarnya di rumah. Bukan suatu hal yang mudah, bahakan tidak yakin anak-anak benar-benar paham mengenai hal-hal yang dijelaskan. Biarlah, yang pasti anak-anak dengan seragam yang masih kedodoran itu, dengan wajah yang masih malu-malu, dengan suara yang lirih, berani maju ke depan kelas, menggengam mic dan meperkenalkan dirinya.
Sang Penerbit berusaha menjelaskan bagaimana sebuah buku tulis bisa menjadi sebuah buku cerita. Ia membawa buku karya anak-anak yang masih berusia belasan. Memberi inspirasi bahwa usia muda bukanlah halangan untuk bisa berkarya. Bapak Penerbit ini juga berusaha untuk menggali ide cerita dari anak-anak dan beberapa dari mereka memberikan ide cerita menarik. Pasti bisa!
Mbak Produser menarik perhatian anak-anak dengan bermain peran. Mereka berpura-pura memproduksi sebuah film. Ada yang menjadi artisnya, ada yang menjadi kameramen dan sutradara. Dan entah kenapa banyak ide anak-anak untuk syuting film horor. Ada yang menjadi wewe ada pula yang menjadi anak-anak. Yah apapun jalan ceritanya, yang pasti anak-anak itu bersemangat untuk mencoba.
Kelas Inspirasi oleh para profesional ini diadakan oleh gerakan Indonesia Mengajar. Kegiatan ini diadakan dengan harapan anak-anak ini terinspirasi dan memiliki cita-cita hingga kemudian berusaha untuk meraih mimpi mereka dengan bersekolah setinggi-tingginya. Kegiatan sehari dengan optimisme yang besar untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak Indonesia.
Jika yang sehari saja bisa optimis, maka yang rutin belajar setiap minggu juga harus bisa optimis. Tidak perlulah anak-anak itu menjadi dokter atau presiden, bisa keluar dari lingkaran kemiskinan ini saja sudah menjadi suatu prestasi yang menakjubkan.
Mari memberi inspirasi!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith