Dari Gili ke Gili

Sekitar seminggu yang lalu saya mengadakan perjalanan ujuk-ujuk ke Lombok. Ya nggak ujuk-ujuk banget sih, rencana si udah dari tahun lalu, tapi kepastian berangkatnya baru saya dapat jam tujuh pagi untuk berangkat jam 12 malam harinya. Jadi ada banyak hal yang harus saya lakukan pagi itu, membatalkan beberapa janji, memberi tahu banyak orang kalau saya tidak akan ada di Jogja untuk waktu yang saya juga nggak tau sampai kapan, dan ambil KTP yang masih ditahan di ruang baca.
Hari yang grusak-grusuk ditambah lagi saya nggak bisa tidur malam sebelumnya dan saya masuk angin. Maka pusinglah saya. Untunglah kegiatan berkemas dan segala persiapan berlangsung dengan lancar. Jam 12 malam itu, saya dan rombongan menumpang Eka dari terminal Giwangan, Yogyakarta menuju Surabaya dan terbang ke Lombok Praya dari Surabaya. Jauh banget soalnya beda harga tiket dari Jogja dan dari Surabaya.
Pesawat kamu mendarat tengah hari di Lombok dan langsung menuju ke Lombok Timur, rumahnya Irwan Bajang. Perjalanan baru dimulai keesokan harinya.
Kesan pertama saya mengainjakkan kaki di Lombok adalah sepi. Mungkin karena saya tidak tinggal di kota Mataramnya dan berlibur pada hari kerja di bulan Oktober juga, saat di mana orang-orang lain sibuk sekolah, kuliah, dan kerja. Tapi jalanannya memang lengang. Bahasa Sasak yang digunakan sebagai bahasa percakapan sehari-hari juga terdengar asing di telinga saya, walau nadanya yang cepat terdengar menyenangkan. Ibu-ibu yang saya temui di Lombok sebagian besar memakai sarung atau kain rasanya hidup terasa lamban dan santai.
Masjid di Lombok juga buesar-buesar dan keren-keren banget. Setuju deh kalau dibilang kaya Mal. Selain besar juga pasti ada di setiap perempatan. Jadi pengen ngerasain Ramadhan di Lombok.
Air Awet Muda
Perjalanan kami diawali dengan ke mata air awet muda Narmada. Seperti Taman Sari lah kalau di Jogja. Tempat itu merupakan pesanggrahan Raja dan pemandian bagi para selirnya. Yang terkenal dari tempat itu adalah adanya sumber air yang dipercaya bisa membuat awet muda. Sumber air itu berasal dari tiga mata air yaitu mata air Narmada dan dua mata air lainnya. Selain itu yang menarik bagi saya adalah di Lombok air mineral yang umum dijumpai adalah air mineral dengan merk Narmada ini. Jarang kita bisa ketemu Aqua atau Nestle. Lombok yang berhasil swasembada air mineral.
Setelah Narmada perjalanan berlanjut ke Sengigi, ya sebagai syarat sudah menginjak Lombok lah. Nggak sampai dua puluh menit kami di sana karena harus mengejar penyebrangan ke Gili Trawangan, dan liburan baru benar-benar dimulai.
Perjalanan untuk menyebrang ke Gili ternyata harus melewati bukit dulu, lumayan adem, berkelok-kelok dan banyak monyetnya. Kami sempat berhenti sebentar dan jajan pisang goreng sambil dikeroyok monyet-monyet yang ingin berbagi pisang dengan kami. Tadinya si santai-santai aja sampai monyetnya mulai agresif dan jadi pada berkelahi rebutan pisang. Kabooorrrr....
Begitu mendarat di Gili Trawangan bersama rombongan bule, semen, tegel, triplek dan berbagai macam barang yang sekapal dengan kami, kami langsung dikeroyok orang yang menawarkan penginapan. Orang-orang ini bisa membantu mencarikan penginapan sesuai dengan budget yang diinginkan. Silakan dimanfaatkan. Saya tidak tau berapa range untuk resort-resort keren yang ada di pinggir pantai, tapi di dalam ada banyak penginapan murah dengan fasilitas yang lumayan. Saya mendapat penginapan dengan harga Rp 50.000,- per malam per orang. Dan sore itu juga kami langung nyebur di laut.
Sebagai daerah wisata dan akses yang susah, biaya hidup di Gili Trawangan lumayan menguras dompet. Kalau makan di restoran barat di Pinggir pantai ya sekitar Rp 40.000,- untuk Pasta. Lobster sekitar Rp 55.000,- per 100gr, ikan laut bakar ukuran besar Rp 100.000,-. Ada banyak ikan laut yang baru pertama kali saya liat, seperti ikan yang warnanya biru dan belang-belang, bikin saya nggak pengen makan. Tapi nggak semua makanan di Gili mahal kok, ada nasi campur Rp 5000,- tiap bungkusnya. Ya cerdas-cerdaslah mencari.
Pantai di Gili Trawangan
Banyak kegiatan yang bisa dilakukan di Gili, karena tidak ada kendaraan bermotor maka kita bisa jalan-jalan sepanjang pantai atau nyewa sepeda. Persewaan sepeda ada di mana-mana, Rp 40.000,- untuk 24 jam. Atau bisa juga naik cidomo keliling Gili. Saya ga tau tarifnya, nggak naik dan nggak nanya juga. Selain itu kita bisa berenang-renang dan nyewa alat snorkeling atau ikut perjalanan dengan Glass boat untuk snorkeling di tiga Gili, Gili Ayer dan Gili Meno. Snorkeling juga menjadi kegiatan yang saya sarankan, tidak perlu terlalu jauh ke tengah laut kita bisa menemukan rombongan ikan yang warna-warni. Selain itu, karena terbiasa menghadapi pantai selatan Jogja dengan ombaknya yang mengelegar, pantai di Gili ini menjadi sangat nyaman buat berenang. Anteng.
Gili Trawangan sebagai tempat yang memang diperuntukkan buat turis, juga jadi punya cafe-cafe dengan setting yang super romantis, bikin pengen honeymoon aja dah bawaanya. Walaupun tidak ada kendaraan bermotor di Gili Trawangan tapi sinyal Hp dari provider apa saja full, bahkan untuk  profider yang terkenal miskin sinyal. Jadi kita bisa langsung pasang status atau twitpic dari TKP.
Berdasarkan wawancara saya sama bapak-bapak penjual pakaian di Gili, katanya Peak Season di Gili terjadi tiga kali dalam setaun, yaitu bulan Juni-Juli, akhir tahun dan saat Nyepi di Bali. Jadi kalau mau nyaman bersepeda dan tidak mahal, hindarilah saat-saat itu.
Jalan menuju Pantai Pink
Pemandangan di Gili Tiga
Gili selanjutnya yang saya kunjungi adalah Gili Tiga. Gili Tiga ini bisa kita capai melalui Pantai Pink atau Pantai Tangsi, Tanjung Ringgit. Pantai ini masih belum terlalu dikenal dan tidak banyak yang mengunjungi jadi aksesnya susaaaahhh bet. Dari Selong sekitar dua jam dengan kondisi jalan yang remuk hampir sepertiga perjalanan. Tapi akses memang berbanding terbalik dengan keindahan. Pasir di pantai Pink yang memang pink yang merupakan percampuran antara pasir merah dan serpihan koral yang berwarna merah dan terumbu karang yang berwarna-warni yang beberapa harus saya injak-injak, jadi merasa bersalah. Dan pemandangan dari Gili tiganya juga wow banget lah. Gili Tiga sendiri hanyalah pulau kecil yang nggak lebih lebar dari lapangan basket. Di situ terdapat bukit tempat kita bisa melihat pemandangan yang wow juga.
Dan favorit saya adalah Gili Bagik dan Gili sebelahnya. Di Gili yang tidak terlalu luas, dengan laut yang bener-bener tenang, pasir putih dan bener-bener pasir, bukan pecahan karang, dengan pemandangan kaya di kalender, dengan laut yang biru muda. Berasa berenang di pulau pribadi.
Kaya di kalender kaaaannn....
Kesimpulan saya, kalau suka laut ke Lomboklah. Begitu saja.

Komentar

  1. iri iri deh sama Ci Anne.. Huaaaaaaa..

    BalasHapus
  2. aku ngerasain tuh yang pas peek season.. tapi peek seasonnya bule eropa.. antara agustus sampe september.. pulau full bule prancis dan spanyol.. cuci mata dan berasa di luar negeri. kalo pengen denger bule menyebutkan "mie goreng" sebagai pesanan makan malamnya, atau mau naik sepeda sambil "kring-kring" ke bule-bule biar minggir, maka datanglah bulan agustus sampai september :D

    BalasHapus
  3. Emang berasa di Luar negeri kok, bahasa bule nggak ngerti, bahasa sasak juga nggak ngerti... :D Cobalah ke Gili Bagik dan rasakan berenang di pulau pribadi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith