Hoy Cino!

Sudah lama sekali saya tidak dicina-cinakan oleh orang selain teman saya. Bahkan saya sudah tidak ingat kapan saya terakhir disapa oleh orang asing dengan sebutan itu. Tapi tadi pagi hal itu terjadi di sebuah gang di Demangan situ itu.
Saya baru saja selesai dari makan sop empal dan mau berangkat ke kampus. Berhubung sop itu tempatnya mblesek jadi ya mau tidak mau saya lewat gang-gang yang ga kecil-kecil amat lah sebenernya. Naa... di gang tersebut waktu saya mau lewat, ternyata sudah ada dua mobil yang stuck di situ. Satu mercedes benz hitam ke arah timur dan satu mobil putih sedan juga yang saya nggak ngeh itu mobil jenis apa. Saya berhenti di belakang mercedes sambil melihat bagaimana kedua mobil itu bisa saling melepaskan diri. Karena gangnya bener-bener mepet untuk kedua mobil tersebut.
Lalu sopir dari mobil putih itu membuka jendela, mengeluarkan tangan dan berteriak, "Hey Cino...!" 
Saya tidak terlalu mendengar apa yang dia katakan selanjutnya, saya hanya langsung memutar motor dan mencari jalan yang lain. 
Rasanya masih membuat darah saya mendidih ketika diteriaki demikian. Saya tidak bisa memastikan 100% apakah kata itu yang dia teriakkan, ataukah kata yang lain. Apakah ditujukan kepada saya atau bukan. Saya tidak bisa memastikan itu. Tetapi otak saya menangkap demikian.
Saya lalu bertanya-tanya, mengapa dari banyak penanda dalam diri saya kata 'Cino' lah yang dipilih. Kenapa nggak 'hey mbak!' apa 'hey ndut!' Kan bisa juga ya...
Lalu saya juga berpikir lagi sesi dua, jika kata Cino itu digantinya dengan tionghoa, 'hey tionghoa!' apakah perasaan saya akan lebih baik? Rasanya nggak juga sih... Saya juga tidak yakin walaupun tidak ada konotasi negatif yang menempel pada suku lain, misalnya Jawa atau Batak, apakah ketika diteriakin seperti itu di jalan oleh entah siapa apakah akan tetap baik-baik saja ya?

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith