Pedih yang diciptakan


8 Februari 2011. Hari yang dimulai dengan biasa saja. Pagi yang malas dan panas. Ada sedikit kehawatiran, tapi tak mengapa lah...

Dan kabar itu datang melalui telpon, kabar bahwa sudah terjadi perusakan dan pembakaran gereja di rumah. Masih setengah percaya, dan kekhawatiran itu menjadi gelembung besar yang menyesaki dada.

Hanya bangunan memang yang rusak, ada seorang korban yang kutahu dan tidak diakui. Mungkin karena pencitraan, mungkin menghindari kekacauan, mungkin ada ancaman. tapi kabar yang tersembunyi itu malahan menimbulkan kabar gelap yang simpang siur.

Dan entah bagaimana menggambarkannya. Rasanya pedih dan menyakitkan. Otak ini mengerti bahwa hanya banguannya yang rusak. Tapi rasa sakit ini ada dan menimbulkan ketidakberdayaan. Ada kemarahan mengapa bisa sampai terjadi, ada ketakutan ketika melihat masih banyak penjagaan yang dilakukan, masih ada ancaman akan terulangnya hal yang sama.

Kehilangan ini besar rasanya. Aku tidak mengerti apa yang hilang, tapi setiap kenangan yang manis didalamnya rasanya sudah dirusakkan dan dicemari. Tidak ada teman yang hilang, bahkan lukapun tidak. Tapi rasanya hati ini masih berduka seakan ada yang mati di depan mata ini.

Banyak yang bilang "Tidak apalah, yang rusak hanya gedungnya. Bisa beli baru, bisa bikin baru" Aku tahu dan sepenuhnya setuju. Tapi kalau pedih ini masih tetap ada, aku harus bagaimana??


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith