Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Ketika Agoni Tidak Boleh Menyanyi

Gambar
Sore, 14 Februari 2018, di tengah ribetnya COD dagangan, saya tiba-tiba mendapat kabar bahwa pementasan Agoni yang rencananya akan diadakan di Galeri Lorong malam itu, harus dibatalkan. Pementasan yang bertajuk "Pameran Solidaritas Tanah Istimewa" ini dibatalkan karena Pak Dukuhnya menghubungi pihak Galeri setelah beliaunya juga dihubungi oleh pihak kepolisian untuk membatalkan acara tersebut. Alasan yang diajukan adalah karena acara ini tidak pro dengan program pemerintah dan dianggap meresahkan. Siapa sebenarnya yang resah ya? Setelah saya ingat kembali pembatalan pementasan kali ini bukanlah kali pertama bagi Agoni sejak saya terlibat dengan mereka, tapi pembatalan sebelumnya terjadi beberapa hari sebelum pementasan, kali ini, kabar datang dua jam sebelum jadwal tampil. Apalagi bagi para anggota Agoni yang lain, ini pastinya pembatalan pementasan yang kesekian kalinya bagi mereka. Pembatalan ini pastinya memunculkan beragam reaksi dari orang-orang yang terliba

Tembok Menulis

Proses penulisan saya semester ini adalah proses terberat yang saya alami seumur hidup. Setelah sekitar enam tahun membahas masalah yang sama yaitu kecinaan. Masalah yang sudah saya temui seumur hidup saya. Yang berarti praktis saya ada di dalam situ selama 30 tahun, saya merasakan menulis itu mudah. Saat menulis bab kecinaan, saya bisa punya bayangan apa yang akan saya bicarakan, jika saya membicarakan bab A, misalnya, saya bisa tahu ke mana saya harus mencari. Petanya bisa saya bayangkan dari sekitar tahun 1740-an sampai sekarang. Permasalahan dari Sunan Kuning sampai Ahok, dari Geger Pacinan sampai Anies dan pribuminya. Saya bisa tahu, atau paling tidak membayangkan siapa saja nama-nama yang bisa saya akses untuk mencari tahu tentang suatu hal tertentu. Dan apa yang terjadi sekarang membuat saya merasa begitu buta dan tidak punya cukup amunisi untuk bisa berbicara. Proses yang saya jalani sekarang ini pada akhirnya sudah menuntut saya untuk berproduksi, membuat tulisan tepatnya.

Sekali Lagi Pedih ini Diciptakan

Februari 7 tahun yang lalu. Di tanggal yang tidak berbeda jauh, saya mendapatkan kabar bahwa ada yang merusak Gereja di kampung saya. Saat itu, saya dan teman-teman di sekitar saya yang tumbuh bersama di tempat tersebut merasakan sakitnya ketika ada yang merusaknya. Tidak ada yang terluka kala itu, tapi rasa sedih dan takutnya tetap saja besar. Pagar depan gereja langsung bertambah tinggi beberapa senti.  Kemarin kejadian yang sama berulang kembali, bukan di gereja yang sama. Dan juga bukan kejadian pertama sejak tujuh tahun yang lalu. Lima orang terluka karena seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam gereja saat misa berlangsung dan membacok beberapa orang dengan pedang yang dibawanya. Seorang di antaranya adalah Rama sepuh yang memimpin misa. Kali ini lawannya hanya satu orang dan bapak polisi juga datang untuk menindak orang tersebut. Peluru akhirnya ditembakkan ke perut pelaku setelah dia melawan ketika akan ditangkap.  Sebagai orang yang masih tercatat beragama Katolik di KTP

Manusianya mana?

Akhir-akhir ini ada beberapa berita yang ramai dibicarakan di facebook . Ada tiga yang menarik perhatian saya, yang pertama adalah tentang guru yang meninggal karena dianiyaya muridnya yang masih SMA, lalu ada berita tentang mahasiswa yang mengkartu kuning Jokowi, dan berita tadi pagi mengenai orang di Transjakarta yang menolak tawaran tempat duduk karena alasan perbedaan agama. Selain berita yang terakhir, saya tertarik-tertarik gemes dengan komentar, meme , dan wacana yang berputar di balik berita tersebut, Mengenai kasus guru yang mengalami penganiyayaan sampai meninggal dunia, banyak sekali muncul komentar dan keprihatinan tentang bagaimana perlakuan murid ke guru oleh kids zaman now . Bagaimana zaman sekarang guru seakan tidak punya ruang dan penghargaan yang selayaknya dari berbagai pihak. Jika zaman dulu anak berbuat kesalahan dan dihukum, maka itu adalah suatu hal yang wajar terjadi. Anak-anak akan patuh, bahkan tidak berani bercerita kepada orangtuanya di rumah karena orang