Merasakan Surakarta

Tersebutlah empat orang sahabat, sebut saja mereka Parti, Mirah, Ijah, dan Surti (Semuanya bukan nama sebenarnya).Mereka berempat adalah mahasiswa dari universitas ternama di Yogyakarta. Ingin melepaskan penat dan mencari suasana baru, merekapun memutuskan untuk melakukan sebuah wisata singkat ke kota tetangga yaitu Solo.

Di suatu hari Sabtu yang cerah dan ceria, keempat orang ini pun memulai perjalanannya. Menggunakan 2 buah motor yang handal dan tangguh, menembus keramaian jalan Yogya-Solo. Dimulai pada pukul 07.30. Parti dan Mirah memimpin di depan, secara Parti yang adalah mantan warga Solo, jadi kemampuan navigasinya bisa dipercaya. Dan Ijah serta Surti menyusul di belakang dengan susah payah, secara Surti " the driver "yang kemampuan mengemudinya diragukan.

Lebih kurang pukul 09.00, rombongan berhenti di Kartasura untuk sarapan pagi dan melepas penat sejenak. Di sebuah warung soto dekat patung ibu-ibu bawa tenggok. Warung soto sapi yang cukup nyaman dan diiringi dengan orkestra campur sari dari serombongan Bapak-bapak. Lauknya beragam dan cukup enak, tapi menurut lidah ini sotonya tidak sebegitu lezat. hanya saja saat membayar cukup membuat syok, semangkuk soto adalah Rp7000,-, setusuk sate adalah Rp 2500,-, dan segelas es teh adalah Rp 2000,-. Jadi Surti yang makan soto, 2 tusuk sate dan segelas es teh harus membayar Rp 14.000,-. Cukup membuat syok dompet mahasiswa yang sudah tipis. Masih ditambah dengan ongkos parkir pula, saudara-saudara.

Perjalanan berlanjut. tidak sampai setengah jam rombongan sudah berhenti di penginapan. Sebuah Hotel kelas melati di bilangan Slamet Riyadi. Rp 135.000,- per malam. Cukup murah, seorang hanya perlu membayar Rp 34.000,-. dan fasilitas yang di dapat pun tidak jelek. AC, Tv dengan siaran nasional (bukan Tv kabel maksudnya), kamar mandi yang bersih dengan bak mandi (bukan bath up), dan ekstra bed. Karena ada kamar kosong, maka mereka langsung chek in dan beristirahat dan bersih-bersih badan. Mengunakan sun Block SPF 40 dengan UVA dan UVB milik Mirah, sebagai persiapan menembus kejamnya matahari di kota ini.

Perhentian selanjutnya adalah Es Cream Tentrem yang terkenal sejak tahun 1952. Menyejukan diri dengan menikmati beragam home made ice cream yang bermacam-macam. Es dengan harga rata-rata Rp 10.000,-.
Gambar dibawah (gambar 01.) adalah gambar ice cream banana split. Cafe Tentrem sendiri bernuansa 70an, dengan dinding yang didominasi kaca, untuk memberikan kesan luas. Jadi berasa seperti di dalam Film-film Warkop DKI.

Perjalanan kemudian berlanjut menuju ke daerah Serengan. Keempat wanita ini berencana untuk menikmati salah satu sajian khas kota Solo yaitu Selat. Dan di daerah ini ada sebuah restoran yang menjual Selat yang cukup terkenal yaitu warung selat mbak lies. Tempatnya masuk sebuah gang kecil, tetapi sangat ramai. Karena dalam menu tidak tercantum harga, maka mereka memesan dengan agak khawatir. Terutama setelah pengalaman Soto sapi yang cukup mahal itu. Makanan yang dipesan adalah Selat bistik kuah segar, selat galantin kuah segar, dan selat galantin kuah saus.(Gambar 02.
Selat bistik kuah segar) Dalam seporsi selat kita akan menapatkan sepotong galantin atau bistik (tergantung mau pesan apa), sebutir telur pindang yang dibelah 2, wortel dan buncis rebus, kentang goreng, selada, tomat, acar, mayones (or something like that), dan bawang merah mentah. Enak dan seger.. Pada saat akan membayar sempat terjadi ketegangan diantara mereka, tekutnya harganya akan sangat mahal. Ternyata ketakutan itu tidak terbukti. Seporsi Selat hanyalah Rp 8500,-.

Setelah makan kenyang, perjalanan berlanjut menuju Solo Grand Mall,Perjalanan yang diharapkan akan berlangsung cukup lama itu ternyata tidak bisa dijalankan, karena Parti, Surti, Ijah dan Mirah sangat mengantu.Akhirnya mereka memutuskan untk balik ke hotel saja setelah menikmati Bakso Pak TIno dan Sosis Solo.

Sore hari, dalam cuaca yang agak mendung-mendung perjalanan pun berlanjut. Mereka menuju daerah Solo Baru untuk menikmati Nasi Liwet. Setibanya di tujuan hujan gerimis turun membasahi bumi Solo baru yang menambah kenikmatan menikmati sepincuk nasi liwet. Kemudian ada seorang teman mereka yang berdomisili di Solo baru ikut bergabung, sebut saja Inem (ini juga bukan nama sebenarnya). Mereka kemudian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke ESES. sebuah Factory Outlet. Melihat-lihat sambil berteduh dari hujan yang mulai menderas.

Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00. Saatnya beranjak. Kelima sahabat inipun memutskan untuk menghangatkan diri sejenak di Lotus Biru. Sebuah tempat makan yang menjual Wedang. Sayangnya Wedang kacang putih yang diinginkan sudah habis. Maka mereka pun memesan wedang Asle. Semangkuk santan yang berisi roti, ketan, dan kolang-kaling. Manis dan menghangatkan. Selain itu, Parti, Surti dan Inem juga memesan seporsi sup matahari. Sup dengan daging cacah yang dibungkus telur dan diatasnya terdapat wortel, jagung manis, dan jamur. Kemudian dibentuk seperti matahari. Selesai makan, mereka pun pulang ke hotel. Perjalanan dengan diiringi wangi jejak hujan yang sudah membasahi tanah ini.
(Gambar 03. peserta rombongan di Lotus Biru)



Rencana untuk menikmati sarapan di pagi hari kandas. Surti yang pertama kali terbangun melihat bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 09.15. Akhirnya diputuskan untuk sekalian keluar saja dari Hotel. Setelah mandi dan beres-beres. Perjalanan pun dimulai lagi. Tujuan pertama Sarapan Di Pondok Jowi. (Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada : http://www.facebook.com/search/?q=pondok+jowi&init=quick#/group.php?gid=71749791817) Sebuah rstoran dengan nuansa Bali, makanan yang disajikan adalah nasi bakar dengan berbagai variasinya. Harganyapun cukup murah. Makanan yang mereka pilih kali ini adalah nasi bakar otak-otak bandeng dan nasi goreng sosis teri. Minuman yang disajikan pun cukup beragam seperti blue ocean dan drug ice, minuman dengan cita rasa durian.
(Gambar 04. penulis dan peserta rombongan di Pondok Jowi)


Petualangan berlanjut. Menuju ke sate jeroan Sapi Yu Rebi di belakang Sriwedari. Tempat yang menjual sate sapi dan sate tempe gembus atau disebut juga sate kere. Karena sudah cukup penuh setelah makan di Pondok JOwi, maka keempat wanita ini hanya memesan seporsi sate kere seharga Rp 7.500,-. sekedar informasi seporsi sate daging sapi adalah Rp 22.000,- dan seporsi sate jeroan sapi seharga Rp20.000,-

Setelah merasa kenyang dan terpuaskan, perjalanan berlanjut ke Orion untuk mencari oleh-oleh. Sebuah toko roti yang legendaris dan terkenal dengan roti mandarjin-nya. Tapi karena mandarin mahal, maka beli keripik, sekoteng (yang ternyata made in Yogyakarta), dan sus kering saja cukup. Kemudian perjalananpun dilanjutkan menuju ke Solo Baru lagi. Perhentian terakhir, tengkleng mbak cilik dan mie ayam pak jangkung.

(Gambar 05. Pak Jangkung sedang memasak mie ayamnya yang enak dengan pangsit yang enak pula, karena enak tapi sudah kenyang akhirnya Surti dan Mirah membungkus untuk di bawa pulang)

Ahirnya perjalanan berakhir. Dari Solo Baru langsung menuju Yogyakarta. Perjalanan yang diakhiri dengan perasaan puas karena sudah merasakan nikmatnya kota Surakarta. Masih banyak teempat yang belum tapi ingin di kunjungi, masih banyak makanan yang belum dinikmati. Semoga Tuhan memberikan waktunya agar Parti, Mirah, Ijah dan Surti bisa berjalan-jalan lagi. Siapa tahu Wati, Tini, Juminten, Tarno dan siapapun nanti juga dapat ikut bergabung. (Tentu saja, sekali lagi itu bukan nama sebenarnya)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith