Mengimajinasikan Tuhan


Awalnya sederhana. Tuhan dalam benak saya adalah seorang lelaki, brewokan dan berjubah putih, saya penasaran apakah orang lain memiliki bayangan yang sama ataukah berbeda mengenai Tuhan mereka. Dari situlah perjalanan singkat ini dimulai.
Saya mulai menemui dan bertanya-tanya kepada beberapa orang yang saya kenal. Saya bertanya secara langsung kepada beberapa orang, melalui sms dan facebook pada beberapa orang lainnya. Dan beberapa hasilnya diluar bayangan saya.
Pada awalnya saya berpikir bahwa orang-orang dengan latar belakang yang sama dengan saya, yaitu Katolik, akan mengimajinasikan Tuhan dengan cara yang sama seperti yang saya bayangkan. Ternyata tidak juga. Jadi kira-kira beginilah hasil penelitian kecil yang saya lakukan.
Penelitian ini berlangsung sekitar sebulan dengan pertanyaan penelitian “Seperti apakah Tuhan dalam pikiran Anda?” Pengumpulan partisipan dengan metode ‘kenal sampling’, yaitu saya menanyai orang-orang yang saya kenal dan yang berani saya tanya, karena menurut saya ini pertanyaan yang personal. Rentang usia partisipan antara 20-31 tahun dengan latar belakang pendidikan S1 dan S2. Dari sini saya baru menyadari bahwa ternyata sebagian besar teman-teman saya adalah orang Katolik. Dari sekitar 20 orang yang saya tanya, saya hanya mendapatkan 2 orang beragama Hindu, 1 orang beragama Budha, 5 orang beragama Islam, 1 orang Kristen dan sisanya Katolik.
Dari hasil penelitian ini saya menemukan bahwa ada dua cara mengimajinsikan Tuhan, yaitu tuhan fisik dan tuhan konsep. Tuhan yang deskripsikan secara fisik banyak ditemukan pada orang-orang yang beragama Katolik. Mereka berdoa kepada Tuhan dengan membayangkan sosok yang dikenal seperti Yesus, Bunda Maria atau Salib. Selain itu jika dibayangkan secara umum, Tuhan secara fisik biasanya lelaki, tua brewokan atau seperti Karl Marx, seperti itulah deskripsi Tuhan yang saya temukan secara umum. Dari banyak deskripsi yang menyatakan bahwa Tuhan itu bapak dan lakik (pake K) banget, ada juga subjek yang menyatakan bahwa Tuhan itu unisex atau bahkan wanita.
Pendeskripsian tuhan fisik yang cukup unik juga diungkapkan oleh seorang subjek yang menyatakan bahwa tuhan dalam imajinasinya itu adalah wanita yang berusia 20 tahunan, tomboy sekaligus feminin. Hal ini berlatar belakang bahwa ia lebih nyaman berkomunikasi dengan sosok yang seperti itu.
Pengimajinasian Tuhan secara fisik ini pada umumnya disesuaikan dengan bagaimana nyamannya subjek yang mengimajinasikan serta disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Sebagai yang diungkapkan beberapa subjek, ada yang lebih nyaman membayangkan Tuhan sebagai lelaki, atau sebagai ibu jika ia sedang berada dalam masalah dan butuh suatu penghiburan.
Selain tuhan fisik, sebagian besar orang mengungkapkan tuhan secara konsep, seperti cinta kasih, alam semesta, keyakinan, harapan, pelukan, kenyamanan, cahaya, sahabat dan lain sebagainya. Beberapa juga merasa bahwa ia tidak mengenal dan mengetahui Tuhan itu seperti apa. Tuhan itu lebih besar dari segalanya, sehingga beliau tidak terdeskripsikan dan kalau mendeskripsikan takut menjadi sesat malahan.
Hal yang berbeda dan membuat saya harus membongkar kerangka berpikir saya selama ini ketika saya berbagi cerita dengan subjek saya yang beragama Budha. Dalam Budha tidak mengenal konsep Tuhan yang personal. Mereka hidup berdasarkan dhama baik. Mereka memercayai bahwa hidup itu sebab dan akibat. Saat kita berbuat buruk maka akan ada akibat yang merugikan bagi diri sendiri saat ini atau di kemudian hari. Berdoa lebih pada tindakan untuk berbagi atau membagikan perkataan Budha kepada orang lain.
Konsep seperti ini terasa baru bagi saya yang terbiasa manja dan apa-apa Tuhan. Kalau ada hal buruk Tuhan yang bertanggung jawab, kalau ada hal baik Tuhan juga yang memberi, dan itu membuat saya jadi kurang bertanggung jawab dengan kehidupan saya sendiri. Kan ada Tuhan.
Hal lain yang saya temukan adalah jawaban seorang teman yang menyatakan bahwa Tuhan itu hanyalah suatu konsep yang dibuat manusia. Subjek ini berpendapat bahwa ada Tuhan atau suatu kekuatan yang lebih besar, tetapi kekuatan itu tidak berperan aktif dalam kehidupan manusia. Hal ini bertolak belakang dengan jawaban subjek lain yang berpendapat Tuhan itu sangat aktif dalam kehidupan manusia, bahkan Tuhan itu dianggap memiliki selera humor yang membuatnya sering mengerjai manusia.
“Siapa bilang Tuhan itu serius? Ada alam semesta yang harus diawasinya. Dia harus bisa tertawa supaya mampu menangani kita.” (Chopra, 2008).
Pengenalan dan relasi yang akrab dengan Tuhan ini saya temukan pada subjek saya yang beragama Katolik. Di sini mereka menceritakan tentang relasi dengan Tuhan layaknya relasi antar manusia. Hal itu muncul dari cara mereka berdoa yang layaknya curhat, dan penyebutan Yesus dengan istilah-istilah seperti, si Gondrong dan Mas Yesus.
Selain Tuhan yang ditemukan dan dibayangkan dengan sosok di luar kita, ada juga subjek yang menyatakan bahwa “Tuhan itu aku dan aku itu Tuhan.” Dari pernyataan ini saya menangkap bahwa Tuhan merupakan sosok yang aktif dalam kehidupan kita dan bertindak melalui diri kita sendiri. Apakah baik atau buruknya kehidupan kita, kita juga ikut bertanggung jawab di dalamnya, tidak melulu Tuhan. Selain itu, dengan “Aku adalah Tuhan” maka manusia pun memiliki tanggung jawab untuk memelihara kelangsungan kehidupan di dunia.

Kesimpulan
Dari hasil tanya-tanya di atas saya menyimpulkan bahwa Tuhan merupakan satu sosok yang sangat personal bagi orang-orang. Orang dengan latar belakang agama yang sama, belum tentu mengkonsepsikan Tuhan dengan wujud dan cara yang sama. Bahkan dalam agama Katolik di mana Tuhan digambarkan dengan sosok Yesus yang ada di gambar sampai di film, tidak membuat umatnya serta merta langsung memikirkan Yesus ketika berdoa.
Tidak bisa disangkal juga bahwa Tuhan itu juga merupakan konsep dan hasil dari pikiran manusia. Hal itu dapat dilihat dari jawaban-jawaban subjek yang mempersonifikasikan Tuhan dengan sosok-sosok yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Selain itu, keberadaan Tuhan juga tidak bisa terlepas dari bagaimana manusia mempersepsikan kehidupannya. Sebagai contoh, jika seseorang tertimpa kecelakaan, akan ada yang berpendapat bahwa itu merupakan akibat dari perbuatan buruknya di masa lalu, ada yang berpendapat bahwa kejadian tersebut merupakan peringatan dari Tuhan, ada yang berpendapat itu hukuman dari Tuhan. Terserah pada orang–orang yang ingin memersepsikan.
Tetapi di luar semua persepsi tersebut, semua subjek yang saya wawancarai menyatakan bahwa ada kekuatan yang lebih besar dalam hidup mereka yang tidak dapat mereka kenali dan kendalikan. Kekuatan yang lebih besar ini bisa dipandang sebagai sesuatu yang mengawasi hidup mereka terus-menerus, mengatur hidup mereka, menyertai perjalanan hidup mereka atau bahkan ada di dalam diri mereka, atau sebagai alam semesta yang memiliki aturannya dan manusia tidak dapat terlepas dari aturan tersebut.
Saya tidak ingin menjelaskan seperti apakah tuhan itu, karena pertanyaan itu mungkin tidak akan memiliki jawaban tunggal selamanya. Jadi biarkan saja Tuhan tetap ada di mana-mana. Yang pasti saya menganggap bahwa Tuhan adalah sosok yang paling banyak dibayangkan dan dipikirkan sekaligus sosok yang paling banyak disalahpahami. Dan rasanya tulisan ini adalah salah satu contoh gagal paham akan Tuhan.
Dari penelitian ini muncul pertanyaan baru: Apakah gereja Katolik memiliki konsep tunggal tentang Tuhan yang harus diadopsi para pengikutnya?
Anyone?



Chopra, Deepak. (2008). Yesus. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Komentar

  1. ada film india bagus, nyinggung tentang Tuhan juga,judulnya : Jab Tak Hai Jaan

    BalasHapus
  2. Ok de Ter, tak golekane filme. Thx uu^^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith