Berteman yang Begitu Menyenangkan

Sudah lama banget saya pingin nulis dengan tema ini, tapi entah kenapa tidak jadi-jadi juga sampai sekarang. Pernah dulu jadi satu tulisan tapi urung saya terbitkan. Dua hari ini tema ini balik lagi di kepala saya, dan saya putuskan untuk mencoba menuliskannya dan mempublikasikannya.
Dulu saya adalah seorang yang takut dengan manusia lain. Teman-teman yang mengenal saya lebih dari tiga tahun pasti ingat bagaimana saya dulu. Saya tidak suka menyapa orang lain, apa lagi dengan tipikal wajah yang cenderung galak membuat orang-oarang juga tampaknya jadi enggan buat duluan menyapa saya. Jadi tambah anti sosiallah saya kala itu. Rumah saya itu toko, dan selama bertahun-tahun saya tidak pernah berdiri di toko untuk membantu Mamah saya. Menjadi pusat perhatian di toko itu begitu menakutkan buat saya. Saya juga akan memilih menghindar kalau berpapasan dengan orang yang saya kenal dengan tanggung. Saya bisa berlangganan di suatu warung atau rental dan tidak pernah bertukar percakapan dengan penjaganya, walaupun saya bertemu setiap hari dengan orang tersebut. Setakut itulah saya dengan orang lain, setakut itu saya dengan pendapat orang lain tentang diri saya.
Lalu entah kenapa saya mulai memiliki pandangan yang lain, dan sekarang saya tergila-gila dengan berteman. Berteman menjadi suatu kegiatan yang saat ini begitu saya nikmati, dan dengan berteman itu saya mulai ingin menghubungan teman-teman saya.
Diawali dari dulu saya di Pingit dan membutuhkan seorang untuk memural tembok-tembok di Pingit. Saya kemudian berkenalan dengan seorang guru yang sanggat nyeni. Beliau sangat pintar menggambar dan memfokuskan diri dalam mengolah sampah menjadi media untuk belajar anak-anak. Di tempat lain saya mengenal seorang guru yang bekerja di desa dan ia berhasil melatih anak-anak bermein musik dengan barang bekas.
Saya juga mengenal seorang wanita super yang sangat peduli dengan pendidikan anak-anak di pedalaman. Ia pernah mengumpulkan buku dari seluruh Indonesia dan mengatarkannya ke Manusela, Maluku. Ia berjalan menggendong seribu buku bersama beberapa orang lainnya selama empat hari. Epic. Saya selalu merinding membaca kisahnya. Saya kemudian hari juga mengenal seorang teman yang membuat film untuk anak-anak. Film pendek yang mendapatkan penghargaan di beberapa festival film Indonesia.
Di sisi lain saya mengenal orang dengan passon yang sama besarnya akan pendidikan, tetapi tidak memiliki waktu untuk bertemu langsung dengan anak-anak. Orang-orang yang ingin membantu, tetapi memiliki kehidupan yang menyita waktu.
Beberapa berhasil saya pertemukan. Beberapa berhasil bisa saling membantu. Tetapi kadang saya ingin mempertemukan mereka agar anak-anak Pingit juga bisa belajar bermusik, agar para guru di sekolah teman saya itu juga bisa belajar mengolah sampah menjadi media ajar, agar Satu Buku juga bisa mendirikan perpustakaan di tempat-tempat itu, agar anak-anak juga bisa terjangkau film dari Sanggar Cantrik. Saya ingin begitu...
Dan kemudian kecenderungan ini melebar. Seiring dengan semaki jarangnya saya ke Pingit, saya juga semakin jauh dengan dunia pendidikan dan anak-anak. Tetapi kemudian saya berteman dengan seorang fotografer, pemilik warung makan, editor dan layouter, seorang psikolog,dan beberapa orang lain.
Jika sedang berkumpul dengan orang-orang ini, ide saya jadi berloncatan tidak karuan, dan banyak hal yang jadi ingin saya lakukan dengan teman-teman saya.
Sekali saya memperkenalkan teman saya yang fotografer dengan teman saya yang akan menikah. Sekali saya berhasil memperkenalkan teman saya yang layouter dengan teman saya yang punya penerbitan. Sekali saya memperkenalkan teman saya yang fotografer dengan teman saya yang pemilik rumah makan yang menjual dessert khas Asia. Saya ingin membuat EO untuk ulang tahun anak-anak dengan teman saya yang guru TK dan kakak saya yang MC. Saya dan teman saya yang psikolog mencoba membuat komunitas dan biro psikologi. Saya membuatkan blog untuk warung teman saya.
Saya senang dan menikmati berbicara dengan banyak orang. Berbagi ide dan antusiasme. Tidak semua bisa terlaksana, tidak semua yang saya pertemukan berhasil menjadi sesuatu. Kadang hanya ide dan pembicaraan penuh semangat saja yang saya dapatkan. Tapi ternyata saya sangat menikmati itu. Berteman. Saya baru menyadari bahwa berteman itu semenyenangkan ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith