Arisan, Nyah!


Berbulan yang lalu saya dan salah satu teman saya sejak SMA mulai rerasan untuk melakukan sesuatu bersama-sama. Saat saya sudah menjelang selesai kuliah dan beliaunya sudah mulai ingin melakukan sesuatu yang baru setelah perusahaan yang sebelumnya didirikannya bersama suami mulai bisa berjalan tanpa campur tangannya lagi terus menerus. Pembicaraan ngalor ngidul, berbagai macam rencana usaha apa yang akan dilakukan, akhirnya pada satu titik, mulai mengerucut dan menemukan bentuknya.
Kami ini dua orang perempuan yang sudah lebih dari separuh hidup kami habiskan di Jogja. Di sini kami berteman dan mulai mengenal banyak orang. Dari situ kami juga mengenal banyak teman-teman kami dari semasa SMP, SMA, sampai teman kuliah yang memulai usahanya. Ada yang mulai menjual beras organik, ada yang menjual aksesoris yang didesain atau dibuat sendiri, ada yang membuat sabun, pakaian, dan banyak lagi. Saya sendiri, saya melihat bahwa beberapa orang ini jika saling dipertemukan bisa saling membantu. Entah dengan saling membeli, entah dengan membangun suatu kerja sama, atau hanya dengan saling mengingatkan keberadaan satu sama lain. Kami kemudian menggagas sebuah acara yang bisa mempertemukan dan memperkenalkan produk-produk dari teman-teman kami ini ke teman-teman kami yang lain. Acara yang pada akhirnya kami beri nama ARISAN! Ajang Riuh Suara Perempuan. Kami ingin berbicara mengenai perempuan yang aktif, mandiri, dan pastinya riuh saat berjumpa sesamanya.
Kenapa perempuan? Bagi saya, tidak ada agenda khusus atau niatan untuk melakukan emansipasi atau melawan budaya patriakis dalam masyarakat misalnya, hanya karena kami perempuan, dan teman-teman kami kebanyakan yang bergerak dalam sektor ini adalah juga perempuan. Pada akhirnya, para perempuan ini juga datang dengan lelakinya masing-masing yang memang membantu produksi, atau datang dan membantu angkat-angkat, atau menemani anak-anak selama ibu-ibunya ngrumpi dan beauty class.
Acara ini diawali dengan mengumpulkan beberapa teman untuk membuka stand bersama di Dongeng Kopi. Café yang cukup besar, dengan pengunjung yang cukup banyak yang kami harapkan bisa ikut meramaikan acara kami. Konsep dasarnya ya hanya mengumpulkan massa saja agar ramai dan ada pembeli. Dari sebab itu, selain ada stand dan garage sale, kami juga mengadakan workshop atau acara yang juga menarik peserta, harapannya juga memberikan pengetahuan dan ketrampilan baru. Yang sudah kami adakan kemarin seperti melukis tas dan beauty class yang tidak kami sangka banyak peminatnya.
Entah sukses atau tidak, kalau dari segi penjualan dari beberapa stand, bisa jadi acara ini tidak berhasil. Tetapi, bagi saya, apa yang terjadi beberapa hari ini membuat saya cukup optimis bahwa apa yang saya impikan untuk Arisan ini berhasil. Ada stand emping yang menghubungi teman saya yang memiliki warung makan. Saya bisa menjualkan produk beberapa teman yang relasinya saya jalin kembali sejak acara Arisan.
Sungguh memberi semangat untuk bisa mengenal dan bekerja bersama dengan para perempuan perkasa ini. Bagaimana mereka bekerja untuk banyak alasan yang tidak hanya sekadar ekonomi. Ada seorang teman yang sudah hamil besar dengan HPL yang hanya hitungan minggu dan masih mengantar produknya dengan motor berkeliling Jogja. Baginya, alasannya menyangkut aktualisasi diri dan pemenuhan kebutuhan untuk terus aktif. Ada teman saya Sekartaji si penjual sabun yang membawa idealisme memberdayakan orang-orang di sekitarnya. Sebisa mungkin produk yang dipakai adalah produk lokal, dari tetangga atau simbah-simbah di pasar, ramah lingkungan dan tidak mencemari air, dan sebagian keuntungannya untuk pendidikan anak-anak tetangga.
Saya ingin suatu saat Arisan ini bisa mencakup jaringan yang lebih luas, mepertemukan lebih banyak lagi orang dan menghubungkan lebih banyak lagi orang. Tidak hanya dengan pembeli, mungkin bisa dengan investor atau dengan perusahaan yang lebih besar. Membantu dan mengedukasi lebih banyak orang. Ah... rasanya terlalu pongah ya dengan kata mengedukasi, menambah pengetahuan, keterampilan, memperluas wawasan dan kesadaran lebih banyak lagi orang, saya dan orang-orang di sekitar saya.
Saya tahu, sudah banyak orang yang melakukan apa yang saya lakukan, jika ditanya apa bedanya, bisa jadi tidak ada, walaupun ketika pertama kali melakukan ini saya tidak melakukan riset sebelumnya apakah sudah ada orang yang melakukannya. Kami hanya mewujudnyatakan apa yang kami pikirkan. Waktu arisan yang terakhir, dalam acara peluncuran buku dari Katrin Bandel, beliau mengatakan bahwa apa yang para perempuan ini lakukan, dengan menggunakan produk lokal, dengan membangun pasar dan jejaringnya sendiri, adalah suatu bentuk perlawanan. Suatu perjuangan melawan kapitalisme dan perekonomian global. Jika mengingat itu, saya, kami, merasa apapun ini, layak untuk diperjuangkan dan dipastikan keberlangsungannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith