Tidak tahu bagaimana rasanya sehat

Dua bulan terakhir ini aku akhirnya memutuskan untuk melangkah menghadapi kewajiban kesehatan yang sudah tertunda sekian lama. Sejak 2021 sudah ada hutang merawat gigi yang tambalannya patah, dan baru akan aku urus di tahun ini. Dan tiba-tiba saja di tengah awal bulan Maret kemarin ada bercak di mata yang semakin lama semakin terasa mengganggu, dan inilah saatnya.

Terima kasih kepada BPJS yang sudah membuat semuanya mudah dan gratis, maka aku mulai dengan mendatangi faskes satu untuk mengobati mata. Lalu datang lagi untuk rujukan gigi, lalu datang lagi untuk mengurus gula darah. Sesuatu yang sudah didesakkan oleh Daniel sejak dia juga mulai menjalani pengobatan. Proses yang sudah disadari harus dijalani, tapi ada juga kaget-kagetnya dengan diagnosis yang diberikan dokter. 

Saat akhirnya tes lab untuk gula kemarin, hasil labnya jauuhhh lebih tinggi dari yang biasanya aku cek di apotek. Hasil pemeriksaan mata juga membutuhkan tindakan, disuntik dan dilaser-laser karena tumbuh banyak pembuluh darah liar yang mudah pecah. Jika pecah maka akan ada darah yang membanjir di mata, dan itu yang akan mengganggu pengelihatan. Kalau gigi, alhamdulilahnya masih bisa diperbaiki, tapi itu membuat harus bolak balik ke dokter gigi selama beberapa minggu terakhir. 

Ketika bertemu dokter untuk memeriksa gula, banyak yang bertanya, apa yang dirasakan, apa keluhannya. Aku sendiri merasa tidak ada keluhan yang signifikan. Setelah bertahun-tahun berada dalam kondisi seperti buah dalam kaleng, terendam gula, aku merasa hal-hal seperti suka bobo siang, adalah karakter, bukan masalah kesehatan. Mungkin sebenarnya aku sendiri tidak tahu bagaimana rasanya sehat. Aku memulai pengobatan, ya karena mau memulai saja daripada karena keluhan tertentu. Di saat yang bersamaan, ada keluhan kesehatan karena demam, jauh sebelum demam, kondisi gula juga sudah begitu-begitu saja. 

Kondisi ini membuatku juga memikirkan banyak hal. Salah satunya adalah kesehatan itu ternyata bukan hal yang berdiri sendiri. Tidak hanya terkait dengan apa yang kita makan, bagaimana kita bergerak, atau gaya hidup yang terkait dengan kesehatan, tapi banyak faktor lain. 

Kenapa aku mulai menjalani ini sekarang, setelah hampir 14 tahun diketahui bahwa kondisinya gawat. Salah satunya kupikir karena sekarang aku sudah mandiri. Saat dulu pertama kali diketahui, aku masih tidak bisa membiayai sendiri biaya pengobatanku. Keputusanku tidak bebas, masih tergantung pendapat, keputusan dari orang tuaku, dan apakah mereka mau menjadi sponsor untuk keputusan medis yang ingin aku lakukan. 

Selain permasalahan ekonomi untuk pembiayaan, kepercayaan mengenai pengobatan barat juga menjadi salah satu hal yang berpengaruh. Adanya pemikiran bahwa diabetes harus tergantung dengan obat seumur hidup, bagaimana bahan kimia berbahaya untuk tubuh, biaya pengobatan ini menahun dan mahal. membuat yang alternatif menjadi pilihan pertama. Seperti yang aku bilang kemarin, Papahku akhirnya mencarikan bunga lidah buaya untuk aku minum. Kalau tidak salah harus minum sekitar 100 lebih tidak terputus. Dengan dibarengi mengurangi gula dalam bentuk cairan, kondisiku memang membaik di saat itu daripada sebelum hasil tes diketahui. 

BPJS juga menjadi sistem yang sangat mendukung untuk menjaga kualitas kesehatan. Sebelum BPJS eksis, rasanya mau sedikit-sedikit ke dokter itu terasa sayang membayarnya, jika bisa diobati dengan obat bebas, ya diobati saja dengan obat bebas. Apalagi untuk ke dokter gigi, atau ke spesialis mata, rasanya butuh ancang-ancang untuk datang begitu saja. Aku saja baru mulai berani menjalani pengobatan, walau pakai BPJS, setelah merasa ada pegangan. Paling tidak kalau ada sesuatu yang harus dilakukan seperti cek lab, atau ada obat tambahan yang harus dibeli, berani menghadapi. 

Pengetahuan dan tau cara mencari pengetahuannya juga hal yang penting untuk tetap sehat. Seperti ketika pertama kali mengetahui gulanya tinggi, pengetahuan mengenai bahaya gula belum sebaik sekarang. Sekarang mencari informasi lebih mudah, ada banyak orang yang lebih paham mengenai bahaya gula, informasi mengenai gaya hidup lebih sehat juga lebih mudah dijangkau. Tinggal bagaimana industri mulai mendukung perubahan perubahan perilakunya, mungkin cukai minuman berpemanis bisa menjadi salah satu solusinya, atau mungkin adanya grading pada minuman berpemanis. 

Mulai langkah perubahan memang bukan hal yang mudah. Sejak tahun lalu mulai mencoba lebih rutin untuk merawat tubuh dengan skin care untuk kulit lebih sehat dan berolah raga. Sesuatu yang untukku baru bisa dimulai ketika kebutuhan mendasar kehidupan sudah terpenuhi terlebih dahulu. Sudah tidak berpikir bagaimana makan hari ini, bagaimana membayar tempat tinggal, kesehatan secara mental juga sudah lebih stabil, baru terpikirkan dan punya energi untuk merawat kesehatan tubuh. Apalagi, sampai saat ini, walau secara angka gula tinggi, secara fungsi keseharian aku merasa masih bisa berfungsi, rasanya merawat tubuh bukanlah kebutuhan dasar, tapi kemewahan.

Akhirnya setelah menghadapi kenyataan, menerima diagnosis dari dokter, dimarahi dokter gigi, dikasih obat segala macam, dan mulai minum obat secara rutin, ternyata diagnosis itu tidak semenakutkan yang aku bayangkan. Mungkin juga karena aku lakukan sekarang ketika usaha hidup sehat sudah dijalankan, sehingga ini adalah pemaksimalan usaha. Ada harapan dari sini keadaan akan berjalan menuju lebih baik. Aku sudah berjalan, diagnosis datang bukan di saat aku berhenti bergerak. Mungkin karena aku sudah tahu kondisi sebenarnya, bertemu dokter hanyalah untuk menyatakan kondisinya dan mencari bantuan. 

Support group juga hal yang penting. Ada orang yang bisa ditanya bagaimana proses pengobatan berjalan, bagaimana efek dari obat terhadap tubuh, dokter yang ramah dan mau membantu mencari jalan keluar, orang-orang dalam perjalanan yang sama, atau pernah menjalani perjalanan mengolah kesehatan, juga membuat perjalanan menjadi lebih mudah dijalani. Informasi adalah kekuatan, dengan tahu, aku merasa baik-baik saja untuk berjalan. 

Proses ini ternyata membuatku lebih mencintai tubuhku sendiri, lebih mensyukurinya. Mencintainya dengan konsep yang baru. Dulu kupikir mencintai tubuh adalah menerimanya apa adanya, bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan standar kecantikan media. Aku menerimanya. Sekarang aku lebih mencintai dan berterima kasih untuk setiap anggota tubuhku dan semua organ dan sel-selnya karena sudah berusaha keras berfungsi maksimal selama berbelas tahun ini, menjaganya tetap hidup di dalam rendaman cairan gula. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith