Chindo dan Negara Hari Ini
Sejak semalam aku mengikuti postingan-postingan di media
sosial tentang demo terakhir di Jakarta. Ada seorang pengemudi Ojol tewas
dilindas mobil polisi. Jika aku tidak salah ingat, ini adalah korban tewas pertama
sejak rangkaian demo Indonesia Gelap. Dan menurutku, ketika sudah ada korban
tewas, maka ini bisa jadi akan menjadi titik di mana kita tidak lagi bisa
kembali.
Pagi tadi, berita komandan Brimob juga meninggal dunia.
Kemarahan pasti sudah ada di dua sisi. Tiktok masih menyiarkan live orang
berlarian di jalan dalam hujan sampai dini hari tadi, dan tampaknya tidak
beristirahat sampai siang ini. Sosial media ramai, semua orang yang aku ikuti,
bahkan influencer skin care yang tidak pernah berbicara politik dan demokrasi,
pagi ini ikut membicarakan Affan Kurniawan,
nama yang bisa jadi akan seperti Wawan, atau Moses. Nama yang tewas saat
memperjuangkan Demokrasi.
Semua orang marah. Kemarahan yang pasti bukan saja terjadi
karena satu kejadian ini. Kemarahan banyak orang yang sudah ditumpuk selama
berbulan-bulan karena pegabaian. Karena pemerintah menganggap masyarakat bodoh
dan membuat berbagai pernyataan yang seenak perutnya sendiri. Efisiensi yang
tidak berpihak, pernyataan abai tentang keracunan MBG, kesejahteraan yang tidak
juga semakin meningkat malah semakin jatuh tersungkur. Kajuruhan, Gamma. Pati,
dan pajak yang mencekik. Belum lagi para wakil rakyat dengan obrolan-obrolan
bodohnya soal tunjangan rumah dan tunjangan beras dengan angka yang tidak berperi
kemanusiaan. Ini belum menjangkau berita-berita di daerah seperti di Papua,
kita tidak tahu kemarahan apa yang terjadi jauh di ujung Indonesia sana. Kemarahan
yang aku tahu pasti akan meledak, hanya menunggu kapan waktunya tiba.
Hari ini, sosial media mulai memberitakan penjarahan. Hari
ini mulai ada pembicaraan sebagai Chindo bagaimana dan apa yang mungkin bisa
terjadi. Negara ini memiliki sejarah yang terlalu panjang mengorbankan
kami-kami ini di setiap suksesi kekuasaan. Jadi ketakutan ini tidak bisa
disangkal mengendap dalam setiap pikiran yang masih bisa mengingat. Tanpa
bermaksud melecehkan agama, aku berpikir mungkin membeli jilbab dan menghapalkan
beberapa surat pendek mungkin bisa jadi solusi darurat jika memang kerusuhan
harus terjadi.
Namun, di luar segala ketakutan yang ada. Aku tetap
mengharapkan perubahan dari Indonesia. Jika demo bisa mengubah keserakahan di
atas sana maka demolah. Jika memang semua orang perlu berteriak, maka mari
berteriak bersama apapun caranya. Tidak perlulah merendahkan yang berjuang di
jalan untuk perubahan, karena semua pasti akan terkena imbasnya, baik atau
buruknya. Jika memang tikusnya sudah menguasai lumbung, jika memang lumbungnya
sampai harus dibakar, maka terbakarlah.
Komentar
Posting Komentar