Alone=Lonley????


Beberapa minggu terakhir ini aku menemui kesulitan untuk menikmati waktu untuk diriku sendiri. Rasanya berada dalam situasi yang terburu-buru, mendesak dan padat oleh banyak orang dan berbagai aktivitas. Wajar saja si sebenarnya kalau dilihat sekarang sudah akhir semester dan tugas yang harus segera diserahkan juga sudah menumpuk. Dan jiwa ini rasanya sudah sampai pada batas ketahanannya. Gejala-gejala stress sudah mulai terlihat, seperti emosi yang tidak stabil, gelisah terus-menerus, merasa dikejar-kejar, kelelahan, metabolisme tubuh yang menjadi tidak stabil, sariawan yang tidak sembuh-sembuh, daya tahan tubuh menurun dan kesulitan tidur di malam hari.

Oleh karena sebab-sebab di ataslah mengapa menjadi sendiri itu teramat penting untuk kelangsungan kehidupanku.
Dengan menikmati waktu sendiri maka ada beban yang diangkat dari pundakku. Dengan sendirian aku bisa menjadi egois dan melakukan hal-hal yang aku sukai, bisa pergi kemana saja yang aku mau tanpa memikirkan apakah orang lain suka atau tidak, tanpa takut dikecewakan apakah ada yang akan membatalkan janji atau tidak. Bisa mandi lama-lama tanpa ada yang menunggu atau marah-marah. Bisa diem aja di kamar dengan baju seadanya tanpa ada yang komplain atau memandang dengan aneh kalau aku tidak pake bra. Menonton acara kesukaan tanpa ada yang rikues buat ganti channel, mendengarkan lagu mellow yang aku suka, tidak ada yang bilang "iyeekkk...." kalo aku mau mendengarkan ST12 atau westlife. ( Pernah lihat film Home Alone? dengan sendirian si Kevin (tokoh utamanya), bisa menjadi sangat kreatif dan mandiri. Bisa membongkar seisi rumah, membersihkan rumah sendiri, berbelanja dan menjebak penjahat yang mau merampok rumahnya. Hal-hal yang tidak bisa Kevin lakukan kalau orang tua dan saudara-saudaranya ada di rumah bersamanya.) Dengan sendirian, aku juga bisa bersih-bersih, bikin tugas, belanja, jalan-jalan atau ngenet kalau aku mau. Intinya suka-suka aku.

Sendiri juga bisa menjadi waktu buat pengungkapan emosi. Aku bisa marah-marah, nangis-nangis, nyanyi-nyanyi atau ketawa-ketawa sendiri. Tanpa harus menjelaskan alasan, tanpa perlu pura-pura kuat, tanpa perlu pura-pura segalanya baik dan lancar. Ga ada yang harus dibungkam untuk tutup mulut karena ada yang melihat dalam kondisi yang memalukan. Yang pasti kita bener-bener bisa jadi diri sendiri tanpa ada yang harus ditutup-tutupi.

Selain itu, buat aku sendiri bisa menjadi saat dimana aku bisa mengenali, mencari tahu, dan memahami apa yang aku lakukan. Merasakan apa yang bener-bener aku rasakan. Karena kadang saat sedang bersama banyak orang, kemampuan pengenalan diriku tertutup, sibuk merasakan orang lain, apakah mereka senang atau tidak? Apakah kalau aku seperti ini mereka akan marah? Apakah aku dibenci? Apakah aku harus bilang "hjahjhdshi" atau bilang "mmjeijfkja"?. Kok si bambang suram ya? Apa gara-gara aku ambil tempenya tadi pagi? Ya..... pikiran-pikiran seperti itu lah yang biasanya ada saat aku berada ditengah-tengah orang-orang. Jadi sendirian memberiku waktu untuk mengenali kebutuhan-kebutuhanku sendiri.

Jadi dari pada dibilang sendiri itu kesepian, buat aku sendirian merupakan sebuah sarana yang fungsional untuk mengisi energi yang kita habiskan untuk melakukan kewajiban sehari-hari. Menjadi waktu untuk melakukan hal-hal yang kita mau, memanjakan diri sendiri dan untuk sejenak berhenti memikirkan orang lain.

Tapi bukan berarti kita menjadi makhluk yang antisosial. Berteman, menjalin relasi itu penting. Penting banget malahan. Dengan berelasi dengan orang lain kita bisa melakukan dan menikmati banyak hal yang tidak dapat kita lakukan sendiri. Tapi kalau tiba saat malam minggu sendirian, ga usah buru-buru mencari teman yang bisa di ajak jalan. Pikirin dulu apa yang bisa dilakukan, cari hal-hal yang ingin dilakukan tapi belum sempat atau kita tunda-tunda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith