Sempu



Berawal dari greneng-greneg dan karena lama sudah tidak bermain ke luar kota, maka kusambarlah kesempatan pertama saat terlihat sedikit kesempatan untuk bisa kemping, di pantai pula. Tujuannya adalah Pulau Sempu. Tidak tahu seperti apa tempatnya, bahkan keluargaku tidak tahu pulau ini eksis ketika kupamiti mau berkunjung ke pulau ini. Hanya pernah mendengar pembicaraan teman-teman tentang betapa kerennya tempat ini.

Persiapan yang penuh keraguan apakah perjalanan ini akan terlaksana. Sedikitnya member yang akan berangkat, jauhnya Malang dari Yogyakarta, sampai tertundanya perjalanan sampai lebih dari 12 jam karena banyaknya pekerjaan yang belum diselesaikan. Dan akhirnya, Sabtu, 9 Juli 2011 pukul 9 malam, berangkatlah aku bersama 4 orang teman menembus malam menuju ke Malang .

Menjelang siang, setelah perjalanan non stop selama 12 jam, melalui jalan menembus pegunungan yang berkelok-kelok dan naik turun, sampailah kami di Pantai Sendang Biru. Teluk dengan air yang tenang dan bersih. Setelah proses perijinan kepada petugas setempat, akhirnya keluarlah ijin untuk menyeberang dan menghabiskan malam di Pulau Sempu.

Penyebrangan tidak sampai satu jam, membawa rombongan kami yang sekarang membengkak jadi 9 orang ke sebuah pulau kecil yang masih merupakan cagar alam yang dilindungi pemerintah. Dan dimulailah perjalanan selama satu jam menembus hutan untuk menuju ke Laguna yang menjadi tempat bermalam kami. Karena sandal yang tidak mendukung untuk tracking menembus hutan, maka terpaksalah dengan cakaran saya berjalan di tanah berlumpur, karang dan akar pohon yang menembus keluar dari tanah. Untuk yang berpengalaman, perjalanan ini bukanlah perjalanan yang berat, tapi karena tidak berpengalaman, perjalanan ini terasa cukup menyiksa. Tanah yang licin dan berlumpur, di beberapa tempat terhalang pohon-pohon besar yang tumbang, melewati 'jembatan' yang sudah tidak berbentuk, melipir di pinggir jurang. Bikin deg-degan dan terengah-engah lah pokoknya.

Dan sampailah kami pada pantai paling keren yang pernah saya kunjungi. Dikelilingi bukit dan hanya terdapat celah kecil tempat masuknya air laut membuat laguna ini memiliki air yang tenang dan pasir putih, maka nyemplunglah kami semua, dan hilang sudah semua rasa lelah menembus hutan belantara.

Terbatasnya akses menuju ke laguna tersebut membuat tempat ini tidak terlalu ramai dan masih cukup terjaga kebersihannya. Airnya yang jernih juga sangat ideal untuk snorkling, tetapi berdasarkan cerita teman, soalnya aku cuma di pinggiran ajah, tidak banyak yang bisa dilihat, hanya beberapa terumbu karang dan sedikit ikan. Tetapi mau bagaimanapun juga Laguna ini adalah tempat yang menyenangkan buat berenang.

Setelah melihat matahari terbenam dari atas bukit (ga ikutan juga), berlanjutlah acara dengan ngopi-ngopi, makan bakmi dan tidur-tidur di tenda. Keterbatasan akumodasi di pulau ini membuat kegiatan yang biasanya mudah dilakukan seperti ganti baju dan pipis menjadi lebih menantang. Seperti harus menemukan semak-semak yang tepat dan itu tidak mudah karena banyaknya rombongan yang kemping, jadi deg-degan..

Pagi hari berikutnya diawali dengan api unggun untuk mengusir udara dingin, tetapi karena dikelilingi bukit angin di tempat ini tidak begitu besar seperti di pantai pada umumnya. Dan setelah semua tenda dilipat, matras digulung, baju-baju dikemas dan sampah-sampah dibereskan dan diangkut. Maka kami ulangi kembali proses berjalan menembus hutan.

Sampai di tepi pantai, kami menunggu kapal yang kemarin mengantar kami untuk menjemput kembali. Dan Perjalanan menuju laut lepas menyuguhkan perjalanan yang menakjubkan. Laut dengan ombak yang cukup besar, dengan air yang bening dari biru muda, hijau toska sampai biru pekat yang jernih dan karang-karang yang berdiri dengan gagahnya di tengah lautan.

Dan perjalanan Yogya-Malang-Sendang Biru, jalan kaki menembus hutan jadi tidak terasa melelahkannya. Terbayar lunas!




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith