Galau Surup Disorder
Sebelum membaca lebih lanjut tulisan ini, saya peringatkan sebelumnya kalau ini benar-benar cuma nyampah (kaya biasanya ngga aja). Buang uneg-uneg, buang stress, buang sial.
Rasa galau saat surup-surup atau senja itu ternyata lumayan sering saya rasakan. Rasanya sedih, mellow. Biasanya saya akan mencari-cari kegiatan dan bepergian jika galau melanda. Kadang saya hanya berputar-putar tidak jelas tanpa tujuan yang jelas. Kandang yang tanpa tujuan jelas itu juga bikin saya nangis sama nyopir.
Fase galau surup disorder yang sudah berlalu itu ternyata juga diikuti masa-masa panik tanpa janjian. Liburan kuliah membuat tidak banyaknya orang yang berkeliaran di kampus, bahkan banyak orang yang mudik dan meninggalkan Jogja. Dan setiap akhir minggu datang dan tidak ada janjian ketemu orang, maka dari hari Rabu saya sudah akan mengalami rasa panik karena takut jika harus menghabiskan dua hari sendirian di kos-kosan.
Saya akhirnya diselamatkan oleh adanya kegiatan jagain galeri. Walau hanya menunggui lukisan dengan pengunjung yang hanya datang sesekali, paling tidak saya bersama orang terus menerus sampai jam sembilan malam paling tidak. Atau jika iseng melanda, maka jaga galeri akan dilanjutkan dengan makan malam dan duduk duduk gembira sampai lewat tengah malam. Itu sungguh menyelamatkan. Saya hanya perlu pulang dan tidur tanpa banyak berpikir.
Ternyata kesibukan yang menumpuk-numpuk itu menyelamatkan kehidupan saya. Saya tidak banyak menghabiskan waktu dengan pikiran saya dan membuat mood lebih baik dan membuat hidup lebih bahagia. Benar juga kata Babak Ignasius, ketika galau maka lebih rajinlah dalam menjalani kehidupan.
Jadi begitulah, galau surup disorder dan panik tanpa janjian sudah cukup berlalu dan bisa diatasi. Akhirnya mau tidak mau, sudah tidak bisa lagi berlari. Saatnya menulis lagi.
Fase galau surup disorder yang sudah berlalu itu ternyata juga diikuti masa-masa panik tanpa janjian. Liburan kuliah membuat tidak banyaknya orang yang berkeliaran di kampus, bahkan banyak orang yang mudik dan meninggalkan Jogja. Dan setiap akhir minggu datang dan tidak ada janjian ketemu orang, maka dari hari Rabu saya sudah akan mengalami rasa panik karena takut jika harus menghabiskan dua hari sendirian di kos-kosan.
Saya akhirnya diselamatkan oleh adanya kegiatan jagain galeri. Walau hanya menunggui lukisan dengan pengunjung yang hanya datang sesekali, paling tidak saya bersama orang terus menerus sampai jam sembilan malam paling tidak. Atau jika iseng melanda, maka jaga galeri akan dilanjutkan dengan makan malam dan duduk duduk gembira sampai lewat tengah malam. Itu sungguh menyelamatkan. Saya hanya perlu pulang dan tidur tanpa banyak berpikir.
Ternyata kesibukan yang menumpuk-numpuk itu menyelamatkan kehidupan saya. Saya tidak banyak menghabiskan waktu dengan pikiran saya dan membuat mood lebih baik dan membuat hidup lebih bahagia. Benar juga kata Babak Ignasius, ketika galau maka lebih rajinlah dalam menjalani kehidupan.
Jadi begitulah, galau surup disorder dan panik tanpa janjian sudah cukup berlalu dan bisa diatasi. Akhirnya mau tidak mau, sudah tidak bisa lagi berlari. Saatnya menulis lagi.
Komentar
Posting Komentar