Panda, Pedangang Perantara Anda!

Beberapa minggu belakangan ini, saya dan teman-teman selingkaran diskusi sedang membicarakan Henri Lefebvre. Beliau adalah seorang sosiolog dari dan filsuf dari Prancis yang secara umum dikategorikan beraliran Neo-Marxism (wikipedia.org). Tidak mau membahas orang ini ataupun karyanya sebenarnya. Hari ini kami baru saja selesai membaca kata pengantar dari bukunya yang Critique of Everyday Life dan itu saja sudah membuat kami terengah-engah kehabisan napas.
Saya kemarin kebagian membaca salah satu bagian dari pengantar tersebut yang membuat saya tertarik dan ingin ngomong di sini. Bagian yang akhirnya hanya saya baca tiga halaman dan saya lemparkan ke teman yang lain (maaf Kak Nico...). Pada bagian itu, saya membaca mengenai pekerjaan yang mengalienasi.
Lefebvre dalam tiga halaman yang saya baca itu berbicara mengenai bagaimana bekerja itu membuat kita sebagai manusia menjadi teralienasi atau terasing. Dengan bekerja dan melakukan proses produksi, kita akan menjadikan diri kita ini sebagai komoditas juga, yang nilai diri kita ini malah akan semakin murah seiring dengan banyaknya produksi yang kita lakukan. Manusia itu bekerja pada hakikatnya untuk memenuhi keberadaan dirinya sebagai makhluk yang bisa mencipta, tetapi pada perjalanannya pekerjaan itu malah menjadikan dirinya terasing tidak hanya bagi barang yang dihasilkannya, tetapi juga dari dirinya sendiri dan sesamanya.
Dengan bekerja kita tidak menjadi diri kita sendiri, kita menjadi diri sendiri di saat kita tidak bekerja. Dengan bekerja juga, kita berusaha untuk memenuhi kebutuhan diri kita sendiri untuk memastikan kita tetap hidup dan sehat, tetapi karena bekerja itu membuat kita tidak menjadi diri sendiri, maka kita membutuhkan kesenangan yang sebanding dengan apa yang kita keluarkan saat bekerja. Itulah yang membuat kita sering merasa kurang piknik, atau kalau sudah mendekati weekend atau liburan hidup sudah terasa menjadi tidak jenak, rasanya sudah pengen aja naik motor dan kabur ke pantai, atau ke mall, atau kulineran, atau nonton film di biskop. Tetapi, kesenangan yang kita lakukan itu, sebagian besar, saat ini juga membutuhkan uang yang cukup banyak, kebutuhan ini pada akhirnya membuat kita menjadi bekerja dengan lebih giat lagi, dan itu membuat kita juga membutuhkan kesenangan yang lebih banyak lagi, dan itu membutuhkan uang yang lebih banyak lagi. Ah... lingkaran setan. Padahal, kesenangan itu tidak akan berguna dan benar-benar menjadi kesenangan jika tidak bisa membuat kita lupa akan pekerjaan kita. Nah loo...
Kemudian, apa hubungannya sama Panda? Panda ini adalah brand rintisan yang sebenarnya hanya menamai kegiatan yang saya lakukan akhir-akhir ini, berjualan. Jualan pulsa, sabun, kopi, buku, apa saja yang bisa dijual. Saya ini bukan tipe produsen karena saya wegahan maka pada akhirnya saya hanya menjadi pedangang perantara, sama seperti yang nenek moyang saya dulu lakukan bersama Belanda dan para pribumi di Nusantara.
Panda ini sebenarnya sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu. Dulu saya pernah berjualan pulsa dan judulnya, “Panda Pulsa, Beli Pulsa? Sama Panda aja.” Sekarang karena jualan saya tidak cuma pulsa, maka saya ganti menjadi, “Terima kasih sudah berbelanja bersama Panda, Pedagang Perantara Anda.” Ke depan, karena saya ini suka ngladrah, saya ingin membangun usaha konsultan untuk membantu merintis usaha teman-teman, maka semoga bisa menjadi, “Panda, solusi usaha Anda.”
Nah... balik lagi dengan Lefebvre yang berbicara mengenai keterasingan. Saya ini sekarang berposisi sebagai fresh graduate, masih baru lulus dan sewajarnya orang yang menyelesaikan sekolah, saya diharapkan dan diharuskan untuk bekerja dan menjadi anggota masyarakat yang terlibat penuh dan berguna bagi nusa dan bangsa. Tapinya... entah kenapa hati ini masih gojag-gajeg untuk mengikatkan diri pada kerja korporasi dengan jadwal yang teratur dan terikat erat itu.
Rasanya banyak alasan yang bisa saya ajukan untuk itu, saya tidak mau ke Jakarta, saya masih pengen sekolah lagi, saya ada masalah dengan otoritas, dan... berkat Lefebvre ini saya jadi punya tambahan alasan yang ilmiah, saya tidak mau teralienasi. Sebenarnya, saya cuma mau ngomong begitu dengan mengajak Pak Henri Lefebvre ini... Tapi, rasanya memang begitulah kira-kira yang saya rasakan.
Ketika saya membayangkan saya harus bekerja dari pagi sampai malam di suatu kantor dan duduk dalam suatu kubikel dari jam delapan sampai jam empat sore, rasanya membayangkannya saja saya sudah stress. Saya itu hidup di toko dan pekerjaan yang saya lihat ya pekerjaan yang di rumah saja, pakaian ya seadanya saja, walaupun jam kerjanya memang lebih panjang. Saya juga pernah beberapa waktu menjadi kontributor di sebuah majalah Katolik. Saya ini orang yang suka sekali menulis, lebih susah bagi saya untuk bertahan tidak menulis daripada menulis, tetapi ketika saya harus menulis untuk majalah, dengan gaya yang sudah ditentukan, dengan ideologi kesucian yang waktu itu belum saya pertanyakan sih, saya waktu itu pernah sampai pada titik di mana saya sampai membenci proses menulis. Rasanya tersiksa untuk menulis demikian. Jadi rasanya saya tidak akan lagi menggantungkan kehidupan saya pada menulis, saya ingin membuatnya tetap liar dan merdeka. Dan sejalan dengan yang dikatakan Elizabeth Gilberth dalam bukunya Big Magic, kitalah yang seharusnya menghidupi proses kreatif kita. Jika pada akhirnya karya kita bisa menghidupi, ya itu alhamdulilah...
Ketakutan menjadi teralienasi dan kehilangan kehidupan saya sendiri itu yang pada akhirnya membuat saya semi nekat untuk memutuskan berwirausaha saja. Bentuknya apa, saat ini saya masih mencari, impian ideal saya, ya yang tadi saya katakan, menjadi konsultan. Tapi rasanya itu masih jauh panggang dari api lah. Apa yang bisa saya lakukan sekarang ya apa yang ada di depan mata saja, berjualan apa yang bisa dijual, membantu teman menghitung di warungnya, menjadi EO kecil-kecilan untuk mempertemukan para pengusaha rintisan, membantu teman-teman yang lain jualan, menjadi editor sesekali, menulis buku semoga, menjadi manager band, yang masih akan dijajaki. Untuk semua itu, misi saya satu sebenarnya, membangun atau memperbaiki sistem yang jika pada akhirnya saya pergi, sistem itu bisa berjalan, karena di sisi lain saya masih ingin pergi.
Berwirausaha atau berjualan ini adalah pekerjaan yang pada akhirnya saya pilih karena saya rasakan paling menyatu dengan kehidupan saya. Saya masih memiliki waktu saya sendiri, walaupun tidak luang sebenarnya, tetapi saya mau di warung, atau saya mau berdiskusi di kampus, atau saya mau mengedit, itu semua keputusannya ada di tangan saya. Akan menjadi bagaimana pada akhirnya, saya tidak tahu. Ada masa-masa di mana apa yang saya lakukan ini kelewat menakutkan untuk saya tanggung, ketidakpastiannya terlalu jelas terlihat. Atau mungkin saja misalnya saya akhirnya kepepet butuh dan memilih menjadi orang gajian yang lebih aman, itu juga bisa saja.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autoetnografi apaan sih?

Tes Rorschach: Antara Manual dan Kenyataan

The Geography of Faith